Beberapa hari ini foto syur pelajar siswi SMA di Kota Palu viral di medsos dan grup WhatsApp. Foto tangkapan layar itu menampilkan seorang laki-laki dan perempuan diduga berstatus sepasang kekasih sedang melakukan panggilan sex video (VCS).
Pascaberedarnya video itu, pihak sekolah pun angkat bicara. Wakil Kepala Sekolah Kesiswaan SMA tersebut sebagaimana yang dikabarkan Tribun Palu membenarkan ada siswi berinisial R yang dikabarkan melakukan tindakan asusila dalam video yang beredar tersebut.
“Ini anak sebenarnya menjalin hubungan remaja tapi lewat dunia maya, saya tidak tahu persis tapi sepertinya hasil video call dan direkam,” ujar Wakasek saat ditemui di Sekolah, Kamis (26/1/2023).
Lebih lanjut, Wakasek menyampaikan siswi tersebut memang disebutkan menjalin kekasih dengan pacarnya secara jarak jauh. Pihak sekolah pastikan video tersebut dibuat berada di luar lingkungan sekolah. Kemarin pihak sekolah sudah mencoba menjalin komunikasi kepada orangtua siswi. Namun sejauh ini belum ada tindakan pasti yang diberikan kepada siswi tersebut.
Menanggapi kasus tersebut Direktur Eksekutif Yayasan Sikola Mombine, Nur Safitri Lasibani sangat menyayangkan adanya kasus foto syur yang menyeret seorang siswi SMA Kota Palu.
Nur Safitri mengatakan bahwa pelaku dari kasus ini untuk segera ditindaklanjuti, karena adanya UU ITE yang berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dapat dikenai hukuman.
Menurut Nur Safitri siswi berinisial R tersebut menjadi korban diskriminasi bukan hanya dari teman-teman sekolahnya tetapi dari pihak sekolah.
“Kemudian si korban ini juga, si anak perempuan berinisial R menjadi korban karena dia bukan hanya di diskriminasi oleh teman-teman sekolahnya tapi pihak sekolah. Sekolah belum menjadi ruang aman dan belum bisa memberikan jaminan perlindungan terhadap seorang anak, belum bisa membentuk jejejaring pengamanan sosial dilingkungan sekolah,” ujar Nur Safitri Lasibani.
Nur Safitri Lasibani menambahkan seharusnya sekolah dapat memberikan penguatan dan memfasilitasi penyembuhan psikologis.
“Seharusnya sekolah dapat memberikan penguatan dan memfasilitasi penyembuhan psikologis kepada korban bukan hanya dirumahkan saja, ini seperti sekolah lepas tangan dari tanggung jawab terhadap siswinya,” jelas Nur Safitri Lasibani.
Nur Safitri Lasibani mengingatkan kepada masyarakat untuk menghargai data pribadi seseorang, masyarakat lebih untuk menyaring dalam menyebarluaskan informasi yang ada.
Nur Safitri Lasibani juga mengingatkan pentingnya setiap orang untuk menghargai hak atas tubuh orang lain, untuk itu perlunya edukasi terhadap siswa dan sekolah terhadap pentingnya perlindungan atas data pribadi dan penghargaan atas tubuh orang lain.