Marak diperbincangkan mengenai program makan siang gratis oleh calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Gibran yang disinyalir dapat menurunkan kasus Stunting di Indonesia. Program ini menjadi prioritas sebab Indonesia mengalami darurat Stunting.
Angka Stunting di Indonesia telah melebihi batas prevalensi Stunting dunia dan merupakan yang tertinggi ke-2 di Asia Tenggara. Pada tahun 2021 prevalensi stunting pada di lingkungan negara Asia Tenggara adalah Myanmar 35%, Vietnam 23%, Malaysia 17%, Thailand 16%, Singapura 4% dan Indonesia 24%.
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) oleh BKPK Kemenkes Republik Indonesia tahun 2021, diketahui bahwa proporsi stunting tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (37,8%), Sulawesi Barat (33,8%), dan Aceh (33,2%). Adapun yang terendah di Bali 10,9%, DKI 16,5%, Yogyakarta 17,3%, Kepulauan Riau 17,6%, dan Lampung 18,5%. Luasnya permasalahan objektif yang terjadi kerap dituding sebagai penyebab tidak maksimalnya percepatan pencegahan stunting dalam dua tahun terakhir.
Namun benarkah program makan siang gratis merupakan cara efektif dalam mencegah dan menangani stunting di Indonesia? Berikut kami uraikan persoalan stunting yang diolah dari berbagai sumber.
Apa itu Stunting?
Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Melansir dari Buletin Stunting yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya.
Tidak jarang masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan. Faktanya, faktor genetika memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Biasanya, stunting mulai terjadi saat anak masih berada dalam kandungan dan terlihat saat mereka memasuki usia dua tahun.
Tanda dan Gejala Stunting pada Anak
Menurut Kemenkes RI, balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran.
Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni sebagai berikut.
- Pertumbuhan melambat.
- Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya.
- Pertumbuhan gigi terlambat.
- Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya.
- Usia 8—10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya.
- Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
- Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).
- Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
Sementara untuk tahu apakah tinggi badan anak normal atau tidak, sebaiknya harus secara rutin memeriksakannya ke pelayanan kesehatan terdekat. Orang tua dapat memeriknya ke dokter spesialis anak, posyandu, atau puskesmas setiap bulannya.
Faktor-Faktor Penyebab Stunting
Di bawah ini dua poin utama yang menjadi faktor penyebab stunting pada anak.
1. Kurang asupan gizi pada ibu selama kehamilan
WHO atau badan kesehatan dunia menyatakan bahwa sekitar 20% kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hamil yang kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran. Oleh karena itu, penting untuk mencukupi berbagai nutrisi penting selama masa kehamilan.
2. Kebutuhan gizi anak tidak tercukupi
Kondisi ini juga bisa terjadi akibat asupan makanan balita saat masih di bawah usia 2 tahun yang tidak tercukupi. Asupan ini bisa meliputi posisi menyusui yang kurang tepat, tidak diberikan ASI, hingga MPASI (makanan pendamping ASI) yang kurang berkualitas. Kurangnya asupan makanan dinilai menjadi salah satu faktor utama penyebab stunting pada anak, khususnya yang mengandung protein serta mineral zinc (seng) dan zat besi ketika anak masih berusia balita.
Selain kedua faktor diatas terdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap tingginya angka stunting di Indonesia diantaranya:
- Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan.
- Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan).
- Kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
- Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.
Jika diperhatikan penyebab utama stunting pada anak justru dimulai selama masa kehamilan hingga anak berusia 2 tahun. Lalu bagaimana cara mencegah stunting?
Cara Mencegah Stunting
Risiko stunting dapat dikurangi dengan asupan nutrisi yang cukup. Dilansir dari halaman resmi UNICEF, anak membutuhkan sekitar 40 jenis nutrisi berbeda untuk pertumbuhan optimal.
Saat kehamilan
Pencegahan stunting terbaik sebaiknya dilakukan pada masa awal kehamilan. Orang tua disarankan untuk mulai menerapkan pola makan seimbang dan gaya hidup sehat sedini mungkin.
Dari awal masa kehamilan, pencegahan stunting dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan zat besi dan asam folat untuk ibu. Zat besi penting sebagai pencegah anemia yang menimbulkan risiko bayi lahir dengan berat badan rendah. Ibu bisa mendapatkan asupan zat besi dari kacang-kacangan, sayuran, dan biji-bijian.
Sementara itu, asam folat dibutuhkan untuk perkembangan otak dan sumsum tulang belakang bayi, serta meminimalisir timbulnya penyakit bawaan lahir. Zat ini juga dapat menekan risiko gangguan kehamilan hingga 72%. Kegagalan perkembangan organ bayi selama masa kehamilan juga bisa dicegah dengan asam folat. Asupan asam folat bisa ditemukan pada daging unggas, kuning telur, sayuran hijau, dan masih banyak lagi.
Pasca melahirkan
Pasca melahirkan hingga anak berusia 2 tahun orang tua disarankan untuk melakukan beberapa hal sebagai berikut:
- Berikan ASI eksklusif 6 bulan ke anak
- Berikan MP-ASI sesuai dengan umur anak (bayi)
- Rutin periksa ke dokter untuk mengecek perkembangan dan pertumbuhan, serta status gizi anak
- Lengkapi imunisasi wajib dan tambahan
- Berikan stimulasi kepada bayi sesuai dengan usianya
- Pastikan lingkungan rumah dalam keadaan bersih
- Jika bayi sakit, langsung ke rumah sakit/dokter
Apakah Pertumbuhan Anak yang Mengalami Stunting Bisa Kembali Normal?
Sayangnya, stunting merupakan kondisi gangguan pertumbuhan yang tidak bisa dikembalikan seperti semula.
Artinya, ketika seorang anak sudah stunting sejak masih balita, pertumbuhannya akan terus lambat hingga ia dewasa. Saat pubertas, ia mungkin sulit mencapai pertumbuhan maksimal akibat sudah terkena stunting di waktu kecil. Meski orang tua telah memberikannya makanan kaya gizi diusia remaja, tetap saja pertumbuhannya tidak dapat maksimal seperti anak normal lainnya.
Meski demikian, tetap penting bagi kita memberikan berbagai makanan yang bergizi tinggi guna mencegah kondisi si Kecil semakin buruk dan gangguan pertumbuhan yang ia alami semakin parah.
Oleh karena itu, sebenarnya hal ini dapat dicegah dengan cara memberikan nutrisi yang maksimal saat awal-awal kehidupannya. Tepatnya selama 1.000 hari pertama kehidupan anak.
Referensi Bacaan:
- https://ayosehat.kemkes.go.id/cara-mencegah-stunting-dari-berbagai-pihak
- https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/penyakit-pada-anak/stunting/
- https://www.nestlehealthscience.co.id/artikel/masalah-stunting-anak
[End]
Penulis: Satrio Amrullah | Editor: Satrio Amrullah