Memudarnya kesadaran masyarakat untuk meneguhkan ideologi Pancasila sebagai perekat bangsa membuat banyak pihak prihatin. Menguatnya sektarianisme dan politisasi agama juga membuktikan bahwa falsafah kebangsaan yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa sudah mulai tergerus.
Kesadaran untuk menumbuhkan dan menguatkan Pancasila sebagai ideologi tidak bisa hanya menjadi ranah pemerintah. Trauma doktrinasi Pancasila ala Orde Baru harus dijawab dengan membuat penguatan ideologi Pancasila menjadi bagian dari tanggung jawab bersama. Indonesia sebagai rumah bersama harus dirawat oleh semua elemen bangsa.
Hal itulah yang mendorong Komunitas Bela Indonesia (KBI) menggelar Pelatihan Juru Bicara Pancasila di 25 provinsi. Kali ini bekerja sama dengan Institut Sikola Mombine Palu mengadakan Pelatihan Juru Bicara Pancasila sesi ke-3 pada 21-24 September di Hotel Rama Garden, Palu, Sulawesi Tengah.
Ketua panitia partner lokal dari Institut Sikola Mombine Fira Tyasning Tri Utari mengungkapkan, pelatihan sangat penting dilakukan mengingat di Sulawesi Tengah, Poso dan Palu, sempat terjadi konflik sosial yang berujung pada kerusuhan antar kelompok/agama/etnis. Di sisi lain, Sulteng punya kearifan lokal yang dipercaya sebagai budaya pemersatu.
“Harapan kami dengan adanya pelatihan juru bicara Pancasila ini akan mengembalikan semangat lokal tentang nilai-nilai keberagaman dan Pancasila sehingga bisa menjadi fenomena anak muda kekinian yang menjadi keren untuk diperbincangkan dan diperjuangkan,” terang Fira.
Sebelumnya, KBI telah menghelat pelatihan perdana untuk wilayah Jabodetabek pada 31 Agustus hingga 3 September 2018 di Hotel The Rizen, Bogor. Sesuai hasil diskusi, para peserta sepakat untuk mengadakan program utama lanjutan yang bernama, Camp of Love, yang akan mempertemukan kaum muda lintas agama dalam satu kemah bersama untuk merekatkan dan menjembatani anak-anak muda serta generasi milennial dengan latar belakang yang beragam untuk berinteraksi dan memperbincangkan keberagaman.
Selain penguatan isu kebangsaan, mereka juga akan dilatih kemampuan penulisan, berdebat serta manajemen media sosial. Pengelolaan media sosial menjadi salah satu titik tekan penting dalam pelatihan ini.
“Beberapa riset menunjukkan, di dunia media sosial saat ini ternyata follower para influencer atau tokoh masyarakat yang menyebarkan konten negatif lebih banyak daripada yang kontennya positif,” ujar Anick HT, koordinator program Komunitas Bela Indonesia.
Komunitas ini sendiri telah memproduksi buku rujukan utama berjudul Rumah Bersama Kita Bernama Indonesia yang ditulis oleh Denny JA dan tim.
Menurut Anick HT, mereka juga menyiapkan seluruh materi, baik isu maupun skill, berupa slide power point maupun dalam bentuk serial video, untuk dimanfaatkan oleh khalayak yang hendak mengadakan pelatihan sejenis di manapun.
“Saya percaya orang baik di negeri ini lebih banyak daripada orang-orang yang ingin memecah-belah. Kami ingin sebanyak mungkin elemen bangsa ini peduli terhadap keutuhan dan kedamaian negeri ini. Dan setelah peduli, lalu melakukan sesuatu, sekecil apapun. Jika Anda berminat, ikuti informasinya di akun kami: Facebook (Jaringan Komunitas Bela Indonesia), IG & Twitter (@jaringankbi),” papar Anick.
KBI juga menyiapkan program lanjutan, agar alumni pelatihan juga melakukan kerja-kerja dan kampanye kebangsaan dalam bentuk aksi nyata sehingga pelatihan ini tak berhenti di ruangan saja tetapi juga bisa aplikatif di lapangan. Bahkan, mungkin menginspirasi yang lain untuk turut menjaga Indonesia sebagai rumah bersama yang damai.
Sumber: KBI