Sejarah Gender diboomingkan oleh Seorang Perempuan dari Amerika. Menurut Pemateri (Kak Salma Masri Saguni, Minggu 20 Mei 2018) atau yang akrab disapa dengan Kak Salma, Pertama kali dirinya ikut Training Gender tahun 2004 dengan durasi sangat panjang yakni Training CO untuk aktivis gender. Setelah Kak Salma belajar bersama, ternyata makna dari pemahaman gender adalah yang kita lakoni sehari-hari dan konsepnya kita kenal sehari-hari.
Kak Salma menanyakan, “Apa yang kira-kira teman-teman pahami mengenai gender?” Kemudian masing-masing Penggerak Muda memberikan jawabannya. Ada yang mengatakan bahwa Gender adalah Perbedaan sifat laki-laki dan perempuan, Perbedaan hak perempuan dan laki-laki serta ada yang mengatakan kalau Gender adalah Jenis kelamin.
Kak Salma kemudian mengatakan bahwa sebenarnya yang kita pahami tidaklah salah. Ketika berbicara gender, kita berbicara tentang perempuan dan laki-laki. Selanjutnya, Kak Salma kembali memberikan pertanyaan, “kalau pemahaman teman-teman, yang dikatakan seks itu apa?” Mereka menjawab bahwa Seks adalah Jenis Kelamin. “Apa saja ditubuh kita yang dinamakan seks?” kembali Kak Salma bertanya kepada 10 orang Penggerak Muda.
Ramlia, salah satu Penggerak Muda menjawab, “seks yang melekat ditubuh kita adalah alat kelamin dimana yang ada pada perempuan adalah Vagina.” Kak Salma pun mengiyakan dan menambahkan, “Itulah yang dinamakan kodrat, karena tidak bisa dipertukarkan. Untuk Laki-laki, Seks yang melekat pada tubuh mereka adalah Jakun, Penis, Buah Zakar, Testis, Sperma dan hormon testosteron.” Selanjutnya, Peran. Peran perempuan dalam rumah adalah mengatur keuangan, memasak, mencuci, melayani anak-anak dan suami. Itulah jawaban-jawaban dari Penggerak Muda. Sedangkan Peran laki-laki adalah mencari nafkah sehingga membuat Para “Bapak-bapak” lebih banyak berada diluar rumah. Kita tidak bisa pungkiri, bahwa peran-peran inilah yang telah berkonstruksi di pikiran masyarakat. Inilah yang membuat peran antara laki-laki dan perempuan menjadi berbeda.
Peran antara Perempuan dan Laki-laki sebenarnya bisa dipertukarkan. Sebab, peran-peran yang berat ternyata bukan hanya lelaki yang bisa melakoni, tetapi perempuan juga bisa melakoninya. “Jangankan peran, seks saja sekarang bisa dipertukarkan. Contohnya adalah Lucinta Luna.” Timpal Kak Salma.
Peran dalam domestik bisa dilakukan secara bersama-sama antara Laki-laki dan perempuan. Tak ada 1 ayat pun dalam Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa laki-laki tidak bisa mengerjakan pekerjaan perempuan. Peran domestik dan peran publik bisa dipertukarkan sesuai kesepakatan antara Si perempuan dan Laki-laki. Responsif gender “ada” untuk meniadakan ketimpangan/ketidakadilan gender atau peran antara Laki-laki dan Perempuan. Setelah mengetahui peran bisa dipertukarkan, kita bisa mulai dari diri sendiri. Karena perbedaan jenis kelamin berdampak pada ketidakadilan gender, dan tentunya berantai.
Sistem pemerintahan Indonesia pun belum sepenuhnya responsif Gender dimana fungsi DPR dan MPR menghasilkan produk hukum berupa Undang-undang, mereka tentunya memiliki wewenang untuk mengatur aturan-aturan yang ada. Tidak bisa kita pungkiri bahwa orang-orang memiliki kepentingan. Sehingga pada akhirnya, Undang-undang hanya memberikan setengah-setengah keleluasan kepada perempuan. Perempuan, anak dan kelompok disabilitas adalah kelompok yang paling terkena dampak dari ketidakadilan gender dikarenakan pandangan orang lain bahwa perempuan itu lemah.
BENTUK-BENTUK KETIDAKADILAN GENDER
- Subordinasi : merendahkan posisi orang lain berdasarkan jenis kelaminnya
- Marginalisasi : Peminggiran/pemiskinan
- Kekerasan fisik dan psikis
- Stereotipe : Pelabelan/labelling
- Double Burden : Beban ganda
- Diskriminasi : Pembedaan
Penulis : Nur Safitri R. Lasibani