Massa aksi yang tergabung dalam Serikat Perempuan Lembah Palu (SPLP), Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) dan Sikola Mombine Palu (SM) menggelar aksi sandal jepit didepan Polda Sultenga, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (31/12).ANTARA/Fiqman Sunandar
TEMPO.CO, Palu – Bermula dari sandal jepit bermerek “Ando”, prahara pun menyertai kehidupan Anjar Andreas Lagaronda, 15 tahun, pelajar salah satu sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Anak pertama pasangan Ebert Nicolas Lagaronda dan Rosmin Largadewa kini banyak menyendiri dan seakan acuh dengan dunia sekeliling. Ini lantaran beban dituduh sebagai pencuri sandal. “Dulu dia sering memperhatikan adiknya, sekarang dia pendiam. Ini yang membuat saya syak wasangka,” ujar ibu Anjar, Rosmin, 50 tahun.
Anjar adalah anak di bawah umur yang tinggal di Jalan Kijang II Utara, Palu Selatan. Dia divonis bersalah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palu dan didakwa mencuri sandal jepit merek Ando yang diklaim pelapor Briptu Ahmad Rusdi Harahap sebagai pemilik di sebuah rumah kontrakan di Jalan Zebra IA.
Tapi tuduhan itu ditampik mentah-mentah oleh Anjar. Menurut Anjar, dirinya terpaksa mengakui perbuatan tersebut karena dalam keadaan tertekan dan teraniaya. Ia sempat dipukuli oleh anggota polisi. Maklum, pelapor juga berprofesi sebagai anggota Polri. “Saya ditempeleng, ditendang, dan pukul pakai kayu balok di bagian belakang,” kata Anjar.
Awalnya, orang tua Anjar berusaha agar semua masalah ini bisa selesai dengan jalan damai. Bahkan, orang tua Anjar bersedia mengganti tiga sandal polisi yang diduga hilang. “Semuanya Rp 255.000,” kata Rosmin. “Kami siap menggantikan.”
Belum lagi kesepakatan itu mengendap, orang tua Anjar membatalkan kesepakatan itu. Soalnya, mereka melihat sekujur tubuh anaknya lebam-lebam dan berdarah di bagian kaki. Ibunya lalu menyuruh Anjar membuka baju.
(lebih…)