29873409_570610756638964_3958800412449232741_o.jpg

Fadlun adalah seorang ibu rumah tangga yang lahir di  Kayumabo, tepatnya 24 Oktober 1980, Fadlun selain sebagai ibu rumah tangga, iya juga sebagai tulang punggung keluarganya. Fadlun memiliki 3 orang anak yang ketiganya masih berstatus pelajar, yang diantaranya ada yang SD, SMP dan SMA.  Fadlun kian Menjadi orang tua tunggal sejak bercerai pada tahun 2012 dan tidak memiliki pekerjaan tetap saat bercerai, menjadi beban bagi dirinya sebagai seorang perempuan. Hal itu diperparah lagi dengan dirinya yang tidak memiliki pekerjaan tetap pada saat itu.

Kondisi lingkungan disekitarnya yang juga membuat kehidupannya dan orang-orang di sekelilingnya menjadikan dirinya semakin sulit. Atas apa yang terjadi, pada akhirnya Fadlun bekerja sebagai buruh harian di salah satu perusahaan. Pada saat itu, Fadlun menyadari ada hak-hak atas perempuan yang tidak diberikan oleh pihak perusahaan. Lalu Fadlun melakukan penolakan terhadap ijin salah satu perusahaan mulai dilakukan dari tahun 2013 bersama-sama dengan masyarakat Kelurahan Pantoloan Boya dan pantoloan induk.

Pada akhirnya dirinya bergabung pada organisasi buruh FNPBI. Pada tahun 2014, dengan sedikit bantuan biaya dari seorang rekan, beliau melanjutkan pendidikannya di Universitas Muhamadiyah Palu dan mengambil konsentrasi di Fakultas Hukum jurusan Hukum Pidana.

Persoalan dasar yang di resahkan oleh Fadlun adalah, kehadiran salah satu perusahaan yang beroperasi sejak tahun 1976 di sungai lambagu, menjadi ancaman bagi Fadlun dan penduduk yang tinggal di sekitar bantaran sungai Lambagu, dimana sungai lambagu merupakan sebagai  batas antara kelurahan Pantoloan Boya dan Pantoloan Induk. Dampak kehadiran salah satu perusahaan terhadap deforestasi dan degradasi lingkungan di sungai Lambagu dianggap warga sudah mengkhawatirkan.

Sungai Lambagu menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat di 2 kelurahan, yaitu kelurahan Pantoloan Induk dan Pantoloan Boya. Air yang ada di sungai lambagu di pergunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sementara kehadiran salah satu perusahan pada akhirnya menyebabkan titik air berkurang.

Selain itu, kehadiran salah satu perusahan ini juga memberikan ancaman abrasi tanah sekitar sungai Lambagu meyebabkan tanaman warga tergerus banjir dan jembatan Lobu putus, bahkan menjadi ancaman terhadap 2 sekolah yang letaknya sangat dekat dengan bantaran sungai Lambagu yaitu SMP 22 Pantoloan dan SMAN 9 Pantoloan.

Saat itu Fadlun yang aktif bergabung pada salah satu organisasi buruh yaitu FNPBI 1999,  juga terlibat di LBH Sulteng 2008 dan sekarang aktif menjadi vocal point Sikola Mombine mengorganisir beberapa di Kelurahan Pantoloan, dalam pergerakannya Fadlun berhasil membantu mengadvokasi dan mengadakan hearing di DPRD pada tahun 2014 atas kasus tersebut. Sampai saat ini semua warga kompak untuk menolak kehadiran salah satu perusahan itu yang dianggap menjadi bencana bagi perempuan karena mata airnya sudah tidak bisa di gunakan lagi.

Setelah itu Fadlun berinisiatif untuk mendorong melakukan perubahan agar masyarakat memahami bahwa kehadiran salah satu perusahan tersebut bukan untuk membawa kesejahteraan bagi masyarakat Pantoloan Boya namun menjadikan hal tersebut menjadi sebuah bencana terutama untuk perempuan sebab mata airnya sudah tidak bisa di gunakan lagi atau tercemar.

Rangkaian aktivitas yang di lakukan Fadlun ialah melakukan pengorganisiran kepada masyarakat yang berada di kelurahan Pantoloan Boya, kemudian memberikan pemahaman dampak apa saja yang akan terjadi yang berasal dari salah satu perusahaan di daerah mereka, selain itu akan membangun komunikasi dengan kelurahan Pantolan Boya dan kelurahan Pantoloan Induk, selain itu Fadlun juga membangun strategi bersama dengan Lembaga – lembaga swadaya masyarakat (CSO) lainnya, dan langkah selanjutnya melakukan kunjungan dan mendengarkan pendapat ke DPRD.

Tinggalkan Balasan