Fadilah adalah seorang ibu berusia 41 tahun dan berprofesi sebagai Ibu rumah tangga. Suaminya bernama Wiman , laki-laki yang berusia 45 tahun dan berprofesi sebagai Nelayan. Ibu Fadilah lahir dan besar di Kecamatan Tawaeli dan dianugerahi 3 orang anak yaitu; Ayatna, Andre dan Artha. Saat ini Ibu Fadilah tinggal di Huntara Pacuan Kuda Kelurahan Panau, Kecamatan Tawaeli, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Masih Jelas diingatan Ibu Fadilah, bagaimana bencana yang terjadi pada tanggal 28 September 2018, yang membuat rumah tinggalnya hilang akibat Gempa dan Tsunami. Sore itu ibu fadilah sedang memasak didapur sedangkan suami dan anaknya juga berada di dalam rumah. Gempa pun bergoyang dengan kencangnya, sehingga mengakibatkan tanah di halaman rumah Ibu Fadilah terbelah. Rumah Ibu Fadilah juga terletak disekitar pantai kemudian gelombang tsunami setinggi 2 meter menyapu perkampungan rumah-rumah salah satunya adalah rumah Ibu Fadilah.
Ibu Fadilah, suami dan anaknya lari untuk menyelamatkan diri masing-masing. Tetapi kaki Ibu Fadilah saat tsunami terkena balok kayu besar sehingga menyebabkan luka dan patah, namun ibu Fadilah tetap berupaya berlari untuk menyelamatkan diri bersama putri pertamanya Ayatna. Saat berlari, tiba-tiba Ayatna jatuh dan tidak sadarkan diri. Ibu Fadilah Bingung karena tidak mampu menggendong anaknya, sedangkan kakinya pun juga terluka. Tiba-tiba anak Kedua Ibu Fadilah Andre datang. Andre sudah menyelamatkan diri cukup jauh akan tetapi dia mengingat Ibunya dan kembali lagi untuk mencari keluargannya. Seketika itu Andre membopong kakak perempuannya dan tetap memegang Ibunya. Mereka akhirnya berusaha berlari menyelamatkan diri hingga sampai diatas gunung.
Selama dua hari, Ibu Fadilah, beserta 2 anaknya dan juga beberapa penduduk lainnya ikut bertahan menyelamatkan diri di gunung, kemudian Suami dan anak ketiga Ibu Fadilah datang untuk mencari Ibu Fadilah dan 2 anaknya. Di gunung mereka bertahan tanpa makanan, minuman, dan tempat berteduh, hanya beralaskan tanah serta tidak satupun benda yang bisa diselamatkan hanya pakaian di badan. Suasana begitu gelap dan saat malam tiba hujan pun turun seketika mereka semua kebasahan. Ibu Fadilah sangat sedih mengingat kejadian yang terjadi dan sangat menderita karena merasakan sakit di kakinya yang patah. Ada sebuah mesjid yang terletak dekat gunung tersebut akan tetapi ibu fadilah dan orang-orang tidak ingin masuk kedalam bangunan karena gempa susulan masih terus terasa bergoyang.
Setelah beberapa hari, bantuan pun datang dari Relawan seperti; makanan, minuman dan juga pakaian. Tetapi dengan jumlah bantuan yang terbatas. Semua orang bertahan selama seminggu kemudian berinisiatif untuk turun karena mengetahui adanya bantuan tenda. Ibu fadilah juga turun untuk mendapatkan informasi bantuan tersebut, akan tetapi terlebih dahulu berusaha medapatkan pertolongan dan pengobatan kesehatan untuk kakinya. Setelah mendapatkan pengobatan, Ibu Fadilah mulai lagi mencari informasi bantuan tenda dan akhinya mendapatkannya.
Selama 6 bulan Ibu Fadilah tinggal di tenda. Tenda tersebut sebenarnya sangat mudah rusak, sehingga Ibu Fadilah dan Suami selalu memperbaiki berulang kali. Berutungnya kondisi kaki Ibu Fadilah mulai membaik walaupun masih terasa sakit. Kemudian Ibu Fadilah Mendengar adanya bantuan dari Yayasan Sikola Mombine. Dia mengingat sebelumnya bahwa dirinya pernah tergabung dengan kumpulan Ibu-ibu daster biru, sehingga berupaya ingin bergabung kembali. Ibu Fadilah di percayakan menjadi anggota dapur Nutrisi SIkola Mombine.
Sampai saat ini Ibu Fadilah begitu bersyukur karena sudah bergabung di kelompok Ibu-Ibu yayasan Sikola Mombine. Ibu Fadilah merasakan dampak positif untuk dirinya, antara lain banyak kegiatan yang diberikan dari dapur nutrsi, balai belajar, pengelolah sampah di lokasi huntara dan juga yang paling Ibu Fadilah syukuri adalah adanya kelompok ekonomi dari SIkola Mombine yang bisa membantu Ibu Fadilah dalam mencari penghasilan tambahan untuk keluarga.
Harapannya Ibu Fadilah ingin terus belajar mendapatkan kesempatan menjadi perempuan yang hebat.