PALU- Sebanyak lima perwakilan organisasi perempuan/anak dan HAM yang tergabung dalam jaringan Gerakan Perempuan Bersatu yaitu SKP-HAM (Nurlaela Lamasitudju) Sikola Mombine (Nur Safitri Lasibani), Libu Perempuan (Nurmin) KPKP-ST (Yuni) dan KPPA (Maspa) mendampingi keluarga anak korban kekerasan seksual anak UNA melakukan audiensi ke kantor UPT PPA Sulteng, Senin (25/3).

Audiensi diterima oleh Kepala UPT PPA Patricia, Kasi Tindak Lanjut Kasus Zulfikar, Tenaga Ahli Hukum Salma Masri.

Direktur SKP-HAM Nurlaela Lamasitudju menuturkan, audiensi tersebut ditujukan untuk mendapatkan informasi perkembangan kasus adik UNA seakan berjalan di tempat setelah lebih dari sebulan kasus tersebut dilaporkan.

“Lambannya penanganan kasus membuat tanda tanya besar bagi keluarga korban dan bagi GPB. Mengapa terduga pelaku seorang advokat berinisial ABM belum juga ditetapkan sebagai tersangka?,” tanyanya.

Ia menyebutkan, berdasarkan informasi dari keluarga korban (nenek dan paman) bahwa ada upaya damai diajukan oleh pelaku untuk menarik laporan kasus tersebut. Informasi tersebut dibenarkan oleh kepala UPT PPA.

“Kepada kami bahwa benar istri pelaku dan ayah korban pernah datang ke UPT untuk meminta jalan agar kasus tersebut dihentikan. Mereka ingin menarik laporan. Namun UPT menolak karena kasus kekerasan seksual pada anak tidak bisa dihentikan. Menurut Patricia istri pelaku dan ayah korban yang dalam hal ini bersaudara kandung mendatangi UPT atas arahan Unit PPA Polda Sulteng,” katanya.

Selain itu, sebut dia, kepada UPT PPA pun pihaknya menanyakan penyebab mandeknya kasus anak UNA. Menurut Zulfikar sampai saat ini pemeriksaan psikologis terhadap anak UNA belum berhasil dilakukan karena anak UNA belum dibawa lagi ke UPT.

Padahal sebelumnya,ujar dia, konseling awal telah dilakukan kepada anak UNA di kantor UPT dan saat itu Anak UNA bisa menuturkan peristiwa kekerasan seksual menimpanya selama hampir 4 tahun kepada psikolog.

“Namun kemudian ada perubahan sikap dari orang tua korban, hampir dua pekan terakhir ayah korban telah memutuskan kontak dengan pihak UPT. Ditambah lagi tim pengacara ditunjuk oleh ayah korban meminta berbagai syarat untuk bisa dilakukan pemeriksaan psikologi terhadap anak UNA. Salah satunya, pemeriksaan harus dilakukan di hari libur. Permintaan kuasa hukum tersebut tidak dapat dipenuhi oleh UPT PPA karena melanggar SOP penanganan kasus,” bebernya.

Berdasarkan situasi tersebut kata dia, GPB dan keluarga korban yang diwakili oleh nenek dan paman korban, mendesak UPT PPA untuk segera melakukan tugasnya menangani korban. Walaupun banyak tantangan dan hambatan dihadapi.

Selanjutnya berdasarkan informasi dari tenaga ahli hukum UPT PPA Salma Masri, bahwa jadwal pemeriksaan psikologi korban akan dilaksanakan Selasa (26/3) di kantor Polda Sulteng. Ini adalah strategi dipilih UPT karena ayah korban dan kuasa hukum terkesan tidak ingin membawa korban ke UPT.

Di tegaskan pula oleh kepala UPT, Jika sampai pemeriksaan besok tidak berjalan sebagaimana diharapkan, maka pihak UPT membuat laporan penanganan kasus tersebut kepada pimpinan : Kadis PPA hingga ke Gubernur Sulteng.

Selain audiensi ke UPT PPA, GPB juga melakukan audiensi ke Unit PPA Polda Sulteng. Pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak Polda Sulteng dalam hal ini Kasubnit Dirham. Untuk sementara jadwal audiensi belum didapatkan karena pihak Polda masih sedang sibuk dalam penyambutan Presiden ke Palu.

“Tidak hanya dengan pihak UPT PPA dan Unit PPA Polda Sulteng, GPB juga akan melakukan audiensi kepada Tim Pendamping Hukum anak UNA. Untuk mendapatkan kepastian penanganan kasus juga untuk memberikan dukungan moril kepada anak UNA agar dikuatkan dalam menjalani proses hukum untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan,” pungkasnya.

Sumber: Media Alkhairaat

Tinggalkan Balasan