Kajian – Habis Bencana, Krisis Air Bersih: Mendesak Penyediaan Air Bersih Bagi Warga Huntap Balaroa
Tim Penulis:
Indonesia Corruption Watch (ICW), Peserta Sekolah Anti Korupsi (SAKTI) Perempuan Palu, Yayasan Sikola Mombine
Diterbitkan oleh:
Indonesia Corruption Watch (ICW)
Tahun Terbit:
2023
***
Ringkasan Eksekutif:
September 2018, Provinsi Sulawesi Tengah dilanda bencana gempa bumi berkekuatan 7,4 skala Richter, disusul tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi Moutong. Bencana ini menyebabkan kerugian material sebesar Rp 18,48 triliun dan menelan 2.113 korban jiwa. Dilaporkan terdapat 206.494 orang mengungsi di 122 titik. Bencana juga menyebabkan kerusakan rumah warga, perkantoran, sekolah, puskesmas, jalan raya, dan fasilitas umum lainnya. Sedikitnya 66.926 rumah rusak, 2.736 sekolah rusak, dan 7 fasilitas kesehatan rusak berat.
Merupakan kebutuhan dasar, pemerintah kemudian membangun hunian tetap (huntap) bagi masyarakat terdampak bencana di berbagai lokasi. Huntap tersebut diperuntukkan bagi masyarakat yang kehilangan rumah maupun yang lokasi rumahnya masuk dalam zona merah atau rawan bencana. Saat ini pembangunan huntap tahap 1 sudah dilaksanakan. Terdapat tiga huntap yang telah dibangun, yaitu Huntap Tondo 1 yang dibangun oleh Yayasan Buddha Tzu Chi, Huntap Duyu yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) , dan Huntap Balaroa yang dibangun oleh Pemda Kota Palu dan PUPR.
Kelurahan Balaroa menjadi salah satu lokasi terdampak bencana likuifaksi terparah. Sekitar 900 rumah amblas karena likuifaksi. Pada 2019, pemerintah mulai membangun huntap di wilayah yang tidak jauh dari lokasi likuifaksi Balaroa. Pada pembangunan huntap pasca bencana tahap 1, Huntap Balaroa adalah huntap yang terakhir dibangun. Huntap ini dihuni masyarakat penyintas yang sebelumnya tinggal di lokasi likuifaksi Balaroa.
Pembangunan Huntap Tanpa Akses Air Bersih
Meski masalah kebutuhan hunian masyarakat cukup teratasi, masih ada masalah mendasar lain. Salah satunya yaitu sulitnya akses air bersih di lokasi huntap, tidak terkecuali di Huntap Balaroa 1 dan 2. Padahal, Huntap Balaroa sudah dihuni sekitar 3 tahun namun pemenuhan hak atas air bersih belum juga dipenuhi. Dengan demikian, kematangan perencanaan dan pembangunan huntap perlu dipertanyakan.
Pemerintah membangun huntap bagi penyintas, namun belum disertai pemenuhan akses hak dasar masyarakat, salah satunya air bersih. Alhasil, masyarakat penyintas bencana di Huntap Balaroa mengalami kesulitan dalam mengakses air bersih. Sulitnya akses air bersih bagi warga dapat berdampak terhadap masalah kesehatan, kualitas lingkungan, kemiskinan, dan bahkan rendahnya kualitas hidup manusia. Jika tidak ditangani dengan cepat dan serius, dikhawatirkan akan lahir persoalan-persoalan yang jelas akan merugikan masyarakat.
Menjawab permasalahan tersebut, pemerintah berencana akan mengadakan proyek pengadaan air bersih bagi masyarakat penyintas Huntap Balaroa. Rencana proyek yang dilakukan adalah mengambil air Sungai Lewara, Kab. Sigi untuk dialiri ke rumah-rumah warga di Huntap Balaroa . Namun pasca 3 tahun masyarakat menempati Huntap, rencana proyek aliran air bersih tersebut tidak kunjung direalisasikan.
Permasalahan akses terhadap air bersih ini merupakan tanggung jawab utama pemerintah. Kementerian PUPR dalam hal ini telah merencanakan pembangunan akses air bersih kepada masyarakat Huntap Balaroa, namun hingga saat ini belum ada kejelasan kapan pembangunan tersebut dilaksanakan.
Fact sheet ini disusun dalam rangka memaparkan persoalan kesulitan air bersih yang dihadapi oleh warga di Huntap Balaroa dan mendorong pemerintah terkait, khususnya Pemerintah Kota Palu, untuk menjamin ketersediaan air bersih bagi warga di Huntap Balaroa demi kehidupan warga yang lebih baik.