IMG-20170912-WA0029

Dari sejarahnya, Kecamatan Balaesang Tanjung sebelumnya dikenal sebagai Tanjung Balaesang, sepanjang  kurang lebih 57 Km dan lebar kurang lebih 10,13 Km dengan luas keseluruhan 188,85 Km2. Kecamatan Balaesang Tanjung terdiri dari beberapa desa, diantaranya Desa Ketong, Meli, Malei, Walandano, Rano Balaesang, Lambonga, Pornolulu, Mapaga dan Tanjung Manimbaya. Selain letak wilayahnya yang relatif kecil, di Balaesang Tanjung  terdapat Danau Rano atau Rano lake merupakan salah satu Danau kawasan lindung di Sulawesi Tengah dengan luas sekitar 296,2 hektare dan memiliki kedalaman maksimal hingga 80 meter, berlokasi di Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.  Nama desa ini diambil dari kata rano yang berarti danau. Desa ini adalah desa tertua yang berada di Kecamatan Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala, yang dihuni sekitar 384 kepala keluarga. Penghuni wilayah ini bermata pencaharian sebagai nelayan, petani kakao dan petani cengkeh. Sejumlah penduduk yang melakukan aktifitas menangkap ikan, bisa dikatakan sebagai nelayan temporer dan bersifat subsisten, karena pekerjaan nelayan bukan merupakan pekerjaan tetap dan hasil tangkapan yang mereka dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga sendiri. Namun, sebagian kecil nelayan menjual ikan hasil tangkapan yang didapatnya. Selain itu, terdapat sebuah ritual masyarakat sekitar dengan cara mengelilingi Danau Rano tersebut. Hal ini merupakan sebuah bentuk pengucapan syukur mereka kepada Danau Rano sebagai sumber air yang biasa masyarakat gunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Microhidro (PLTM). Tenaga listrik tersebut merupakan hibah dari Bank Indonesia (BI).

Aktivitas pemerintahan desa ini telah berjalan sejak tahun 1902, dimana saat itu banyak orang tua yang telah membayar pajak. Pemerintahan desa Rano saat ini masih mengacu pada nilai-nilai adat dan aturan adat yang sejak dahulu di pegang teguh oleh masyarakat lokal. Hal ini dikarenakan saat ini belum ada Perdes yang mengatur tentang tata kelola pemerintahan desa Rano, olehnya itu aturan yang berlaku di desa Rano saat ini masih sangat kental dengan aturan adatnya. Didalam pemilihan kepala desa nya pun harus berdasarkan masukan dari pemangku adat. Calon kepala desa dipilih berdasarkan garis keturunan raja terdahulu, bahkan istri dari calon kepala desa juga menjadi sorotan, sebab jika calon kepala desa memiliki istri yang tidak baik di mata pemangku adat maka calon kepala desa pun tidak bisa memimpin desa Rano.

IMG-20170912-WA0034

Mengenai kebijakan desa dalam menjaga hutan, hal ini belum secara resmi di buat dalam sebuah peraturan, tetapi telah diatur dalam aturan adat yang telah menjadi kebiasaan di masyarakatnya. Yaitu, hutan sebagai sumber penghidupan masyarakat Rano secara tidak langsung memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakatnya. Dari hutan, mereka peroleh air bersih, udara sehat, juga tumbuh-tumbuhan yang banyak memberikan manfaat baik dari segi kesehatan maupun pemanfaatannya untuk kehidupan sehari-hari. Untuk itu, aturan adat sangat mengikat masyarakatnya untuk tidak mengeruk kekayaan alamnya secara berlebihan apalagi sampai mengekploitasi alam desa Rano. Selain karena larangan adat, juga hal tersebut dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan yang pada gilirannya akan berimbas kepada masyarakatnya. Aturan adat tersebut memberikan maklumat supaya membatasi penebangan hutan untuk kebutuhan warga dan membuat zona khusus wilayah hutan lindung. Pada wilayah tertentu, warga diperbolehkan untuk mengambil kayu di hutan untuk kebutuhan rumah tangga.

Urusan pemerintahan saat ini yang dijalankan oleh Kepala Desa sepenuhnya bertolak dari aturan adat yang ada di desa Rano. Kepala Desa dalam hal ini secara tidak langsung menjadi representatif dari Perangkat adat Desa Rano karena terbukti aturan-aturan yang berlaku saat ini masihlah aturan-aturan adat. Desa rano yang sarat akan kearifan lokalnya menjadi salah satu daya tarik tersendiri sebagai destinasi wisata juga destinasi adat yang masih terjaga hingga detik ini di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Dengan tetap menjaga kearifan lokal yang ada, maka pemerintahan desa Rano akan berdikari secara ekonomi dan juga mandiri secara kualitas manusianya. Dengan selalu menjunjung petuah-petuah adat yang hingga saat ini masih terjaga kemurniannya, maka urusan pemerintahan desa Rano pun akan turut mengambil bagian dalam memaksimalkan segala potensi yang ada di Desa ini. Sehingga tak ayal bahwa Sistem pemerintahan adat nya mampu membawa masyarakatnya semakin bermoral dan beretika, berilmu dan berpengetahuan sehingga tidak menjadi masyarakat yang kolot dan tradisional meskipun masih memakai cara-cara yang konvensional akan tetapi ini merupakan sebuah perwujudan dari menjaga keseimbangan alam dan lingkungannya; dimana orang-orang yang tetap menjaga dan melestarikan adat dalam menjaga alam telah melakukan sebuah proses transformasi ilmu pengetahuan. Peraturan desa Rano yang akan dirancang tahun ini demi tata kelola pemerintahan desa yang lebih baik diharapkan mampu berjalan secara teratur dan terarah sehingga kesejahteraan masyarakat di desa Rano dapat terwujud.

IMG-20170912-WA0014

Dari Rano, Kami kembali bersyukur..

Sebab Rano, Kami saling merindui..

Penulis,

Nur Safitri R. Lasibani (Penggerak Muda)

Shinta Widya Puspita (Penggerak Muda)

Khaliq Kurniawan S. Ujohn (Earth Hour)

Tinggalkan Balasan