Direktur Yayasan Sikola Mombine, Nur Safitri Lasibani menyampaikan tentang pentingnya membangun gerakan kepemimpinan perempuan akar rumput demi menghadikan perubahan sosial yang berkeadilan gender. Pernyataan tersebut disampaikan Nur dalam kegiatan webinar Pekan Masyarakat Tangguh 2023 yang diselenggarakan Yayasan IDEP Selaras Alam, pada Jumat 12 Mei 2023.
Pada kegiatan ini Nursafitri diundang sebagai salah satu narasumber mewakili Yayasan Sikola Mombine bersama empat narasumber lain yakni Luh De Suryani (Balebengong), Torry Kuswardono (Yayasan PIKUL), Arimbi Heroepoetri (AMAN), Dipa dan Widi (Generasi Muda KPA, Bukit Sari). Masing-masing narasumber tersebut menyampaikan model gerakan sosial yang sudah atau sedang dibangun di masing-masing lembaga.
Nursafitri dalam pemaparannya menyampaikan bahwa lahirnya Yayasan Sikola Mombine tidak lain merupakan buah refleksi tentang partisipasi dan keterwakilan perempuan yang terkesan setengah hati dalam urusan publik dan politik. Karena itu Sikola Mombine hadir dengan visi untuk menempatkan perempuan menjadi aktor perubahan sosial politik demi mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat Indonesia yang berdaulat, adil, mandiri dan demokratis.
Dalam pelaksanaanya, Yayasan Sikola Mombine memberikan pendidikan kepada perempuan melalui balai belajar kampung, melakukan advokasi kebijakan dan anggaran yang responsif gender, menguatkan ekonomi perempuan melalui pemberdayaan, serta berkolaborasi multipihak untuk mencegah kasus kekerasan berbasis gender di masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Nur menimpali bahwa partisipasi, inklusifitas dan kolaborasi multipihak sangat diperlukan agar perubahan dapat terwujud di tengah masyarakat.
Pertama yang kami lakukan ialah meningkatkan kapasitas perempuan melalui balai belajar kampung, kemudian melibatkan laki-lakinya. Keterlibatan laki-laki sama pentingnya dengan perempuan, karena itu prosesnya juga hampir sama. Tetapi kegiatan balai belajar untuk laki-laki dibuat pada malam hari, karena pada siang harinya mereka sedang bekerja. Kemudian pendekatan lain yang kami lakukan ialah pendekatan melalui tokoh agama atau tokoh masyarakat. Sebab di rural area yang tidak bisa bahasa Indonesia dan mereka berperan sebagai tokoh masyarakat disana dan bisa mempengaruhi dan menyuarakan perubahan di tengah masyarakat.
Ungkap Nur
Meski demikian Nur tidak menampik bahwa gerakan yang dilakukan Yayasan Sikola Mombine tersebut tidak lepas dari berbagai tantangan seperti masih melekatnya budaya patriarkis, individualis, politik identitas dan invasi budaya luar mempengaruhi relasi sosial antar warga. Selain itu juga cara pandang masyarakat terhadap program pemberdayaan masih disikapi secara pragmatis sehingga menimbulkan ketergantungan.
Inilah tantangan bekerja bersama masyarakat. Maka selain mendorong penguatan gerakan akar rumput juga perlu menguatkan kredibilitas organisasi sebagai lembaga yang berfungsi melakukan pendidikan, pengorganisasian dan advokasi.
Tutup Nur
[End]
Penulis: Satrio Amrullah | Editor: Satrio Amrullah