RINGKASAN PROYEK

Secara umum, intervensi dari program ini harapannya akan memberikan dampak kepada pemulihan akses livelihood kepada masyarakat penyintas bencana di wilayah Kota Palu dan Kabupaten Sigi, terlebih khusus pada perubahan kemandirian ekonomi kepada 250 anggota masyarakat berbasis keluarga sebagai penerima manfaat langsung dan 4400 masyarakat dari 4 wilayah yang menjadi penerima manfaat tidak langsung, melalui penguatan ekonomi dari 250 Anggota masyarakat berbasis keluarga yang didampingi, analisis dampak perubahan kemandirian ekonomi dapat diukur dari perubahan pendapatan, konsumsi keluarga sebelum dan setelah 6 bulan berjalannya program. Saat ini, Yayasan Sikola Mombine telah melakukan assessment di Kabupaten Sigi (Desa Lolu dan Desa Beka) dan Kota Palu (Kel. Mamboro dan Kel. Buluri) untuk melihat sejauh mana perubahan penghasilan sebelum dan sesudah bencana.

25 dari 250 anggota masyarakat berbasis keluarga diantaranya akan menjadi perempuan pemimpin yang terlibat aktif mempraktekkan kepemimpinannya di masyarakat dalam koordinasi strategis bersama Yayasan Sikola Mombine. Melalui perempuan pemimpin, desa dan kelurahan intervensi akan memiliki program strategis dalam penanganan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

LATAR BELAKANG

Pascabencana alam gempa, tsunami dan likuifaksi pada 28 September 2018 7,4 SR di Kota Palu, Kab. Sigi dan Kab. Donggala, menyisakkan luka mendalam terhadap para korban utamanya bagi keluarga yang kehilangan anggota keluarganya. Sampai saat ini, korban meninggal dunia tercatat sejumlah 2.081 orang, korban luka tercatat sejumlah 12.568 orang dan pengungsi tercatat sejumlah 214.925 orang. Belum lagi fasilitas umum, rumah warga dan fasilitas lainnya rubuh dan rusak berat bahkan diantaranya hilang diterjang tsunami dan diluluhlantakkan likuifaksi. Permasalahan tidak hanya korban jiwa dan harta benda, melainkan korban selamat yang harus bertahan di antara keterbatasan yang berdampak pada aspek sosiologis maupun psikologis. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh OXFAM (2006), setiap terjadi bencana alam, non alam dan bahkan konflik sosial, 60 s.d 70 persen korban adalah perempuan dan anak serta lanjut usia, termasuk kelompok disabilitas. Untuk itu, dibutuhkan penanganan bencana secara holistik dengan tidak mengenyampingkan responsif gender dan berbasis hak korban, dimulai dari tahap tanggap darurat sampai tahap pemulihan dan rekonstruksi. Sehingga, jumlah korban dapat dieliminir dan hak-hak korban jiwa maupun korban selamat juga terlindungi.

Merujuk pada kebijakan Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa salah satu bentuk rehabilitasi dan rekonstruksi bencana adalah pemulihan ekonomi wilayah bencana. Selain itu, kunci respon manajemen risiko bencana pada tahap mitigasi menyebutkan bahwa tahap pengurangan dampak negatif setelah bencana, termasuk pemulihan dan pengembangan ekonomi.

Melihat pada situasi dan kebijakan dalam penanggulangan bencana, ada beberapa titik wilayah yang menjadi perhatian khusus Yayasan Sikola Mombine mengacu pada hasil assessment lapangan dan analisis situasi sosial ekonomi di masyarakat, bahwa ada beberapa desa dan kelurahan yang penting diintervensi sebagai berikut :

Pertama, Kabupaten Sigi di Desa Lolu dan Desa Beka merupakan salah satu wilayah yang terdampak parah pascabencana dan belum terjangkau secara baik oleh pemerintah maupun NGO dalam proses pemulihan. Jika merujuk pada data, tercatat 3.746 warga menjadi pengungsi, 33 rumah hilang, 89 rusak berat, 13 rusak sedang dan 14 rusak ringan. Setengah dari mereka terpaksa harus tinggal di huntara, dengan berbagai persoalan penanganan bencana yang belum memberikan ruang ramah perempuan dan anak serta pola penanganan berbasis hak korban. Sebagai daerah yang bergantung penuh pada sumber daya alam dibidang pertanian yang juga merupakan zona merah “likuifaksi”, dampak krisis pangan mulai terlihat dan memberi dampak kepada kemiskinan bagi sebagian besar petani, disertai dengan minimnya informasi atas kejelasan sumber penghidupan masyarakat penyintas. Apalagi budaya patriarchy yang masih kuat dalam tatanan sosial masyarakat, semakin memberi dampak atas menurunnya kualitas hidup dan melahirkan berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan dan anak.

Kedua, Kota Palu khususnya di Kelurahan Buluri dan Kelurahan Mamboro, mayoritas warganya berprofesi sebagai nelayan dan buruh yang juga mengalami dampak secara signifikan dengan total 904 Jiwa yang mengungsi, 65 rumah hilang, 22 rumah rusak berat, 14 rusak sedang dan 55 rusak ringan. Kondisi masyarakat penyintas sejak emergency response sampai pada proses rehabilitasi dan rekonstruksi menuai banyak persoalan baru utamanya pemenuhan hak dasar penyintas dan masih terkesan terabaikan. Apalagi situasi perempuan dan anak sebagai kelompok rentan yang membutuhkan intervensi khusus oleh Pemerintah masih sangat lemah bahkan ada proses pengabaian sehingga melahirkan berbagai persoalan baru. Salah satunya adalah kemiskinan berwajah perempuan dan meningkatnya jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak baik di lokasi pengungsian maupun di huntara. Belum lagi, mereka adalah secara ekonomi bergantung penuh dengan sumber daya laut yang sampai saat ini belum mendapat kejelasan mengenai pola pemulihan ekonomi di wilayah pesisir Teluk Palu. Selain itu, persoalan hunian tetap (HUNTAP) yang masih kontroversi antara pendekatan pemerintah yang tidak partisipatif dengan keinginan masyarakat yang tak ingin jauh dari sumber penghidupan mereka sebagai nelayan.

Selain persoalan tersebut diatas, situasi umum dalam problem penanggulangan bencana alam di Pasigala, peran BPBD masih banyak berkutat pada urusan fisik dan tidak partisipatif. Kehadiran pemerintah daerah dan fungsi kontroling DPRD Kabupaten/Kota juga masih terkesan lemah. Progress yang ada masih terlihat di DPRD Provinsi dengan keberadaan Pansus Penyelenggaraan Pengawasan Penanggulangan Bencana Alam Pasigala (P3ABP) sebagai ruang dialog masyarakat korban dengan pemerintah. Hal lainnya, masih banyak pada pendekatan koordinasi tehnis dan pola kerja yang belum terintegrasi antara kelembagaan pemerintah. Keberadaan setiap Kluster masih kuat di level provinsi, tapi lemah implementasi di tingkat Kabupaten/Kota, kecuali political will yang bisa memberi ruang perbaikan kebijakan secara baik dan itu masih terlihat di Kabupaten Sigi dengan segala kelemahan yang ada.

Berdasarkan pada problem wilayah tapak (Desa/Kelurahan intervensi) dan pemangku kebijakan, maka ada beberapa alasan bagi Yayasan Sikola Mombine untuk melakukan intervensi langsung dalam proses penguatan bagi kelompok masyarakat khususnya bagi penyintas perempuan dan bagaimana perbaikan kebijakan oleh pemerintah daerah secara berjenjang yang menjamin hak korban dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi khususnya pada kluster livelihood. Pendekatan pengorganisasian di komunitas dan advokasi kebijakan menjadi strategi pendekatan dengan berbasis pada pelibatan penuh perempuan sebagai aktor utama. Hal ini berdasarkan pengalaman Yayasan Sikola Mombine sejak masa tanggap darurat bencana telah melakukan beberapa intervensi layanan kemanusiaan seperti bantuan emergency logistik, penerangan, menyediakan makanan bergizi bagi kelompok rentan di lima titik pengungsian wilayah Kota Palu, mengorganisir donasi dan menguatkan kelompok perempuan penyintas. Pada tahap transisi tanggap darurat, ada beberapa aktifitas yang telah dilakukan seperti program pembagian paket nutrisi, hygine package, pembangunan rumah perlindungan perempuan dan anak, penguatan psikososial, penguatan kapasitas perempuan penyintas dan kepemimpinan perempuan, penguatan dan pembentukan Balai Belajar Perempuan (ada 21 Balai Belajar yang telah terbentuk, 25 Balai Belajar dalam proses pembentukan), pendampingan hukum bagi korban dan hak-hak keperdataan korban dan penguatan livelihood. Dalam membangun jejaring, Yayasan Sikola Mombine membentuk forum anak untuk kemanusiaan “Relawan Sulteng Kuat”, aktif dalam jejaring NGO lokal, nasional dan internasional serta kerjasama dengan Lembaga pemerintah daerah “OPD” terkait.

RINCIAN PROYEK

5.1 Tujuan Umum dan Tujuan Khusus

Tujuan umum : “Menguatnya Kepemimpinan Perempuan sebagai Aktor Perubahan dalam Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi”

Tujuan khusus :

  1. Mendorong perbaikan kebijakan pemerintah daerah yang partisipatif dan responsif gender melalui kepemimpinan perempuan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi khususnya pada pemulihan akses livelihood di Kabupaten Sigi dan Kota Palu
  2. Memperkuat livelihood perempuan berbasis keluarga pasca bencana alam Pasigala berbasis sumber daya lokal di empat titik Desa/Kelurahan di Kabupaten Sigi & Kota Palu
  3. Menguatkan pengetahuan kebencanaan yang berprespektif gender melalui kepemimpinan perempuan baik di internal Yayasan Sikola Mombine dan komunitas

5.2 Dasar Pemikiran

Kompleksitas masalah kemiskinan berwajah perempuan menjadi kesenjangan utama di Kabupaten Sigi dan Kota Palu yang turut andil memperkuat konstruksi sosial patriarki di masyarakat, hal ini diperparah dengan situasi pasca bencana yang mengakibatkan hilangnya sumber daya ekonomi keluarga penyintas dan hancurnya akses publik pelayanan hak dasar. Perempuan yang hidup sebagai masyarakat kelas dua dalam analisis sosial berprespektif feminis memberi banyak dampak atas tingginya bentuk ketidakadilan bagi perempuan. Sementara disisi lain, fakta atas menguatnya budaya patriarchy memberi dampak beban ganda pada perempuan dan berkontribusi menguatnya bentuk diskriminasi dan meningkatnya jumlah kekerasan baru berbasis gender. Disisi lain mendorong kesetaraan dengan membuka akses, kontrol, partisipasi dan manfaat berdasarkan pada analisis kesenjangan gender menjadi jalan perbaikan untuk menyelesaikan persoalan tersebut diatas. Salah satunya adalah memberi afirmasi bagi perempuan dalam keterlibatan aktif pada berbagai ruang baik dalam ruang domestik maupun publik utamanya dalam proses pengambilan keputusan baik di level keluarga dan juga komunitas terutama pada upaya penanggulangan bencana di proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang responsif gender. Fakta hari ini menyatakan bahwa hal tersebut belum akomodatif menjawab kebutuhan kelompok rentan dan perempuan. Dalam perka BNPB nomor 13 tahun 2014 tentang pengarusutamaan gender dalam penanggulangan bencana sudah sangat jelas mengatur sehingga perlu advokasi serius termasuk menguatkan pengetahuan kebencanaan untuk upaya pengurangan risiko bencana, mengingat sesar palu koro adalah salah satu sesar paling aktif di dunia.

Dalam proses pemulihan sosial ekonomi pasca bencana alam, keluarga dan perempuan penyintas beserta kelompok rentan lainnya menjadi perhatian utama dalam masa rehabilitasi dan rekonstruksi. Utamanya bagaimana livelihood mulai menguat dan pemenuhan hak dasar berbasis ekosobsipol terpenuhi. Apalagi basis sumber daya lokal yang menjadi tumpuan bagi masyarakat di 2 Desa di Kabupaten Sigi berbasis pada produksi pertanian dan 2 Kelurahan di Kota Palu berbasis pada produksi perikanan memerlukan sebuah pendekatan yang saling menguatkan. Dalam program ini, Yayasan Sikola Mombine memfokuskan pada penguatan livelihood masyarakat korban dan bagaimana ada perbaikan kebijakan oleh pemerintah daerah dalam memastikan keberlanjutan livelihood masyarakat utamanya bagi perempuan dan anak terpenuhi dengan baik. Dengan strategi utama adalah menjadikan “kepemimpinan perempuan” sebagai pendekatan kunci dalam proses pengorganisasian, advokasi kebijakan maupun pengelolaan pengetahuan. Dalam tahapan penanggulangan bencana alam Pasigala 28 September 2018, Yayasan Sikola Mombine memfokuskan pada tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi.

5.3 Kelompok Target atau Pemanfaat

Indikator penerima manfaat dalam program ini adalah masyarakat yang paling terdampak, seperti kehilangan tempat tinggal, kehilangan anggota keluarga, rumah rusak berat/hilang, kehilangan asset lain (rumah tangga, produksi), perempuan kepala keluarga, perempuan disabilitas, kehilangan mata pencaharian dan pendapatan rendah (pra sejahtera yang tinggal di huntara)

Wilayah intervensi di Program ini menargetkan 4 wilayah yakni Kabupaten Sigi (Desa Lolu dan Desa Beka) dan Kota Palu (Kel. Buluri dan Kel. Mamboro) dengan target penerima manfaat langsung dan tidak langsung, yaitu :

  • 250 anggota masyarakat berbasis keluarga berdasarkan indikator diatas sebagai penerima manfaat langsung melalui penguatan ekonomi berbasis sumber daya lokal dan memiliki pengetahuan Pengurangan Risiko Bencana di 4 wilayah intervensi program ini.
  • 60 perempuan di Desa Beka, Kel. Buluri dan Kel. Mamboro serta 70 perempuan di Desa Lolu yang akan didorong menjadi penggerak di komunitas yang dikuatkan melalui balai belajar kampung dan 25 perempuan diantaranya memiliki kemampuan dalam melakukan advokasi di level daerah.
  • 4400 Jiwa sebagai masyarakat di 4 wilayah intervensi akan menjadi penerima manfaat tidak langsung melalui sejumlah aktivitas yang akan dilaksanakan dalam program ini.

Secara umum, intervensi dari program ini harapannya akan memberikan dampak kepada pemulihan akses livelihood kepada masyarakat penyintas bencana di wilayah Kota Palu dan Kabupaten Sigi, terlebih khusus pada perubahan kemandirian ekonomi kepada 250 anggota masyarakat berbasis keluarga sebagai penerima manfaat langsung dan 4400 masyarakat dari 4 wilayah yang menjadi penerima manfaat tidak langsung, melalui penguatan ekonomi dari 250 Anggota masyarakat berbasis keluarga yang didampingi, analisis dampak perubahan kemandirian ekonomi dapat diukur dari perubahan pendapatan, konsumsi keluarga sebelum dan setelah 6 bulan berjalannya program. Saat ini, Yayasan Sikola Mombine telah melakukan assessment di Kabupaten Sigi (Desa Lolu dan Desa Beka) dan Kota Palu (Kel. Mamboro dan Kel. Buluri) untuk melihat sejauh mana perubahan penghasilan sebelum dan sesudah bencana (terlampir).

2 Desa dan 2 Kelurahan yang didampingi akan menerima dampak melalui usaha ekonomi kolektif yang telah dilegitimitasi publik melalui perluasan pasar dan dukungan pemerintah sehingga usaha-usaha ekonomi yang dibangun terus berkelanjutan. Selain itu 250 anggota masyarakat berbasis keluarga yang terlibat melalui program ini akan terus dikampanyekan menjadi pemimpin penggerak di komunitas melalui kemandirian ekonominya.

25 dari 250 anggota masyarakat berbasis keluarga diantaranya akan menjadi perempuan pemimpin yang terlibat aktif mempraktekkan kepemimpinannya di masyarakat dalam koordinasi strategis bersama Yayasan Sikola Mombine. Melalui perempuan pemimpin, desa dan kelurahan intervensi akan memiliki program strategis dalam penanganan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

Secara internal, Yayasan Sikola Mombine melalui cerita kepemimpinan perempuan akan menjadi laboratorium pengetahuan khususnya dalam proses pemulihan pasca bencana dan Kemitraan sebagai mitra bisa melanjutkan strategi advokasi kebijakan dalam konteks mendorong tata kelolah pemerintahan yang baik diproses penanggulangan bencana di Indonesia.

5.4 Strategi Implementasi

Yayasan Sikola Mombine merupakan organisasi gerakan kepemimpinan perempuan akar rumput, sehingga keterlibatan perempuan dalam program ini menjadi aktor kunci dalam pelaksanaan dan mengukur keberhasilan program. Strategi pendekatan yang digunakan dalam program ini adalah :

  1. BERPUSAT PADA MASYARAKAT, mengutamakan kelompok perempuan sebagai aktor perubahan.
  2. RESPONSIF GENDER, memastikan setiap proses advokasi dan penguatan kelompok masyarakat korban/penyintas memasukan perspektif gender dan memiliki analisis kesenjangan gender serta pengalaman hidup perempuan dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah secara berjenjang, khususnya pada tahapan rehabilitasu dan rekonstruksi.
  3. PARTISIPATIF, keterlibatan aktif oleh perempuan dan kelompok rentan lainnya secara berjenjang mulai dari lingkungan sekitarnya, Desa dan Kelurahan dan pemerintah daerah. Keterlibatan aktif tidak sekedar hadir secara fisik namun mampu mempengaruhi proses didalamnya dan menemukan berbagai proses partisipasi berdasarkan tingkat pengalaman dan pengetahuan.
  4. SISTEMATIS, secara bertahap melakukan pendekatan di level makro untuk membangun kekuatan masyarakat dan level mikro untuk membangun lingkungan yang efektif dengan proses, urutan langkah dan arah yang direncanakan bersama.
  5. KEMITRAAN, membuka ruang kolaborasi dengan prinsip kolektifitas/Gotong Royong.
  6. BERBASIS PADA SUMBER DAYA LOKAL, mengedepankan pada ketersediaan sumber daya yang ada di wilayah intervensi.
  7. KEBERLANJUTAN, menguatkan kelompok perempuan dan mendorong perbaikan kebijakan melalui kepemimpinan perempuan. Diantaranya adalah bagaimana memastikan roadmap rehabilitasi dan rekonstruksi khususnya pada bidang/kluster akses pemulihan livelihood terimplementasikan dalam kebijakan anggaran serta mekanisme implementasi kebijakan anggaran dalam pengelolaan kebencanaan memberikan jaminan terhadap penguatan livelihood dan pemenuhan hak dasar korban terdampak.

5.5 Manajemen Proyek

Strategi dan pendekatan pengorganisasian masyarakat menggunakan pendekatan proses yang partisipatif, pendampingan yang intensif dan berkelanjutan, pengembangan media komunikasi yang murah, mudah, dan bisa memanfaatkan, penguatan simpul belajar untuk mengembangkan masyarakat sipil yang dinamis, dan mengutamakan potensi masyarakat setempat.

Kriteria dalam proses pengorganisasian masyarakat berakar pada sosio kultural, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring bersama dengan masyarakat secara partisipatif, adanya penghormatan/pengakuan hak-hak dan martabat orang kampung, fungsi dan manfaat SDA yang berkelanjutan, mengutamakan prakarsa masyarakat untuk transformasi, dan upaya bertahap dan konsisten. Prinsip-prinsip dasar dalam pengorganisasian masyarakat adalah berpihak dan mementingkan komunitas, pendekatan holistic, tidak kasuistik, bersikap independent dan mengembangkan empati, adanya pertanggungjawaban pada rakyat, ada proses saling belajar, kesetaraan, anti kekerasan, mendorong komunitas untuk berinisiatif, musyawarah sebagai media komunikasi pengambilan keputusan dan menghindari intervensi, berwawasan eksosistem dan praxis.

Tahapan kegiatan dalam proses pengorganisasian masyarakat meliputi melebur dengan masyarakat, (informasi awal, membangun kontak person, menjalin pertemanan, memberitahukan kedatangan, terlibat sebagai pendengar, terlibat aktif dalam diskusi, ikut bekerja bersama-sama, monitoring dan evaluasi), penyidikan sosial (survey : data primer dan sekunder, analisis sosial, dokumentasi, publikasi, monitoring dan evaluasi), merancang kegiatan awal (mengumpulkan isu, musyawarah bersama, identifikasi masalah dan potensi, menentukan agenda bersama, dokumentasi proses, monitoring dan evaluasi), implementasi kegiatan (sesuai dengan kesepakatan hasil musyawarah pada tahap sebelumnya).

6. Rencana Keberlanjutan

Keberlanjutan dalam program ini dapat diukur dari beberapa indikator sebagai berikut :

Yayasan Sikola Mombine sebagai sebuah organisasi yang memfokuskan untuk melahirkan para pemimpin perempuan sebagai agen perubahan sosial, mempunyai mandat sebagai berikut:

  • Dalam proses penguatan perempuan melalui Pendidikan Balai Belajar Perempuan, penguatan ekonomi dan Pendidikan Vokasional.
  • Dalam Proses mendorong perbaikan kebijakan, Yayasan Sikola Mombine mempunyai kemampuan dalam advokasi kebijakan khususnya dalam konteks advokasi kebijakan anggaran, lobby kebijakan, menyusun policy brief, mewarnai substansi regulasi peraturan Bupati/Walikota dan Perda, reguler koordinasi, dan konferensi pers.
  • Dalam membangun jejaring melalui pertemuan dan diskusi jaringan NGO dan Ormas, Membentuk Forum Warga, dan menginisiasi forum-forum lainnya sesuai kebutuhan advokasi.
  • Supporting system dalam kampanye kreatif, data base, dan inovasi media lainnya.

Merujuk pada mandat tersebut diatas, Yayasan Sikola Mombine mempunyai kemampuan dalam menguatkan kerja bersama antara eksekutif, DPRD dan jejaring advokasi seperti Pasigala Center dan lainnya sebagai ruang koneksi dalam memperkuat perbaikan kebijakan berdasarkan kondisi rill perempuan dan keluarga serta kelompok rentan lainnya. Beberapa isu utama yaitu Pemulihan livelihood masyarakat korban. Metode advokasinya adalah sebagai berikut :

  • Dalam proses penguatan keberlanjutan livelihood di kelompok perempuan sebagai champion program, Yayasan Sikola Mombine merumuskan skema Lembaga keuangan mikro dalam hal memastikan sumber pendapatan yang akan menjadi “Tabungan” dari proses produksi kelompok bisa terus bergerak. Lembaga keuangan mikro dinamakan sebagai “Bank Mombine” atau Bank Perempuan yang nantinya akan berkolaborasi dengan pemerintah Daerah dalam proses legalitas dan keberlanjutan manajemen serta alokasi anggaran yang lebih besar sebagai pondasi keuangan bersama kelompok perempuan. Lembaga keuangan mikro akan di manajemen langsung oleh organisasi dengan pelibatan penuh oleh pemimpin perempuan dan anggota Balai Belajar Kampung.
  • Sebagai sebuah proses pembelajaran dan propaganda organisasi dalam memperluas dukungan untuk keberlanjutan program, Yayasan Sikola Mombine bersama jaringan gerakan anak muda akan melakukan berbagai aksi kreatif millennial melalui sosmed dan media alternative lainnya serta membangun jaringan dengan para kewirausahaan kreatif untuk terus menumbuhkan kreatifitas produk anggota kelompok perempuan. Selain itu, di internal organisasi dalam hal Knowledge Manajemen menjadi bagian penting harus segera di realisasikan sehingga Sumber Daya Manusia terus bergerak dengan sistem kaderisasi, yang diharapkan proses pengelolaan program secara organisasi terus berjalan.

7. Rencana Pemantauan dan Evaluasi

Manajemen Risiko Proyek

Situasi yang Dapat Menghambat Pencapaian dari Keluaran dan Hasil Proyek :

  1. Di 4 wilayah target program, banyak lembaga bak pemerintah maupun Non Pemerintah yang melakukan intervensi dengan pendekatan yang berbeda-beda di masyarakat. Konsekuensi conflictof interest akan sangat potensial untuk timbul di masyarakat. (Kemungkinan Terjadi: Medium). Cara mengatasi risiko: Membangun sinergitas adalah salah satu solusi bagaimana program ini harus membangun ruang-ruang diskusi untuk koordinasi dan peluang kolaborasi di level desa/kelurahan oleh para Community Organizer akan membangun dinamisasi antar lembaga melalui pertemuan-pertemuan stakeholders baik formal maupun non formal.
  2. Analisis kesenjangan di lapangan menemukan potensi Gap di level masyarakat target penerima manfaat. Kecenderungan untuk kemauan menerima “bantuan” karena menganggap bahwa semua terdampak bencana sementara prioritas program ini adalah kelompok perempuan rentan yang terdampak dan kehilangan akses livelihood.
    (Kemungkinan Terjadi: Medium). Cara mengatasi risiko: Pendekatan partisipatif akan digunakan bagaimana segala keputusan kolektif harus dibangun berdasarkan keputusan yang dilegitimasi masyarakat dan pemerintah. Misalnya dalam pembentukan kelompok harus disertai dengan diskusi dan SK kelompok dari kelurahan/desa, segala hasil keputusan akan dibuatkan berita acara untuk menjustifikasi keputusan kolektif, sehingga apabila ada resistensi maka akan diselesaikan juga secara kolektif.
  3. Rencana Kontijensi belum dimiliki di semua wilayah intervensi sehingga apabila terjadi bencana model mitigasi belum dimiliki oleh desa/kelurahan tempat kegiatan. ini akan sangat berkaitan dengan isu keamanan untuk staff dan penerima manfaat dari program ini. (Kemungkinan Terjadi: High). Cara mengatasi risiko: Konsep rencana evakuasi sudah dikembangkan oleh lembaga menjadi salah satu strategi kontijensi bencana di internal Sikola Mombine dalam konteks memberikan perlindungan kepada semua stafnya yang dimasukkan dalam kurikulum belajar Sikola Mombine. Di program ini mendorong keterlibatam kepemimpinan perempuan dalam perspektif bencana salah satunya adalah untuk mendorong kontijensi di masing-masing wilayah intervensi. Apabila ada bencana alam yang terjadi selama berjalan proses program ini maka selanjutnya pihak Sikola Mombine akan berkoordinasi dengan pihak kemitraan untuk melakukan rencana strategis terkait implementasi di lapangan.
  4. Membangun NGO/GOVERNMENT Culture yang pendekatan program menggunakan model Cash Transfer akan sangat mempengaruhi perspektif masyarakat tentang program kemanusiaan saat proses tanggap bencana dan pemulihan pascabencana di proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Ini berkonsekuensi pada proses pengorganisasian dan tujuan penerima manfaat dalam aktifitas balai belajar. (Kemungkinan Terjadi: Medium). Cara mengatasi risiko: Prinsip dari pelaksanaan dari program ini adalah transparansi, bagaimana dana dari program ini dikelolah dalam bentuk program bersama. Sehingga warga mengetahui bagaimana program ini dijalankan dan seperti apa anggaran di kelolah. Dalam balai belajar akan ada seleksi dari proses yang akan menunjukkan perempuan yang berkomitmen dari setiap kelas belajar dilaksanakan. Proses seleksi ini akan membantu program ini menemukan pemimpin perempuan di akar rumput
  5. Kontruksi sosial yang membentuk budaya patriarki telah mengikis budaya matriarki tradisional yang sebelumnya berlaku dan menutup banyak ruang, peluang dan akses perempuan. Hal ini berisiko mengancam kesehatan perempuan dalam kegiatan balai belajar ataupun keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan.
    (Kemungkinan Terjadi: Medium). Cara mengatasi risiko: Pendekatan yang digunakan oleh Sikola Mombine melalui pengalaman mengorganisir balai belajar adalah membangun sinergitas koordinasi dengan semua pihak termasuk di level keluarga dalam hal ini suami. Dalam konteks mendorong keterlibatan perempuan secara kelembagaan kami akan membangun kemitraan dengan pihak pemerintah guna membangun perspektif bersama soal pentingnya keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan.
  6. Pemberian pinjaman oleh tengkulak dan juga pemberi hutan (koperasi fiktif) berkonsekuensi pada keberlanjutan kelompok livelihood yang kita organisir. (Kemungkinan Terjadi: Low). Cara mengatasi risiko: Sikola Mombine melalui program ini membangun sebuah ekosistem bisnis dari hilir ke hulu yang terintegrasi. Kekuatan kami adalah memiliki “Galeri Usaha Kampung” sebagai unit usaha terintegrasi yang menghubungkan pasar dan rantai bisnis untuk kelompok perempuan.
  7. Proses kegiatan yang dilaksanakan oleh Sikola Mombine menimbulkan reaksi ketidaksukaan atau tidak mendapatkan persetujuan dari suami sehingga berkonsekuensi terhadap berkurangnya penerima manfaat sesuai dengan target.
    (Kemungkinan Terjadi: Low). Cara mengatasi risiko: Sikola Mombine dalam melakukan assesment awal, selain menyampaikan tujuan kepada pemerintah desa juga menyampaikan kepada masyarakat setempat melalui sosialisasi. Selanjutnya dalam proses berjalannya program risiko tersebut terjadi maka akan dilakukan pendekatan persuasif.
  8. Keputusan meninggalkan huntara akibat ketidaknyamanan atau ajakan keluarga mempengaruhi keanggotaan balai belajar kampung sebagai penerima manfaat program.
    (Kemungkinan Terjadi: Medium). Cara mengatasi risiko: Sebulan sekali akan dilakukan perbaikan akurasi data dan identifikasi penyebab melalui monitoring dan evaluasi

Matriks Kerangka Logis

Hierarki TujuanIndikator KeberhasilanSarana
Pembuktian
Output I : Menguatnya keterlibatan Perempuan pemimpin dalam mempengaruhi kebijakan pemulihan akses livelihood dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Kabupaten Sigi dan Kota PaluIndikator:
ada draft perbaikan kebijakan berupa rekomendasi dari 25 pemimpin perempuan ke pemerintah daerah Kabupaten Sigi dan Kota Palu
1. Policy Brief yang menjadi bahan advokasi kebijakan
2. Usulan program dalam dokumen anggaran untuk akses pemulihan livelihood berbasis keluarga
Aktivitas:

1. Workshop skema advokasi bersama perempuan pemimpin
2. Diskusi regular perempuan pemimpin untuk pendalaman policy brief
3. Penyusunan Policy Brief
4. Dialog kebijakan pemulihan akses livelihood yang responsif gender dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi
5. Pertemuan dengan pemerintah Kabupaten Sigi dan Kota Palu
Sumber daya yang diperlukan:
Sumber daya yang dibutuhkan:
a. Mapping actor pemimpin perempuan di tingkat komunitas dan analisis sosial
b. Akses informasi tentang ruang pengambilan keputusan
c. Analisis kebutuhan kelompok rentan pascabencana khususnya pada akses pemulihan livelihood
d. Mapping actor di tingkat pemerintah dan lembaga pendukung lainnya
e. Tools Monev
Output II : Menguatnya Keterlibatan aktif perempuan anggota Balai Belajar Perempuan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi di level desa/kelurahan250 perempuan penyintas mempunyai kapasitas dan terlibat aktif dalam mempengaruhi para pihak dalam memastikan proses rehabilitasi dan rekonstruksi berbasis hak korban terimplementasi dengan baik di level desa/kelurahanProgram pemenuhan hak korban pascabencana dan mitigasi bencana yang di perjuangkan dan digerakkan oleh anggota Balai Belajar Perempuan di level desa/kelurahan
Aktivitas
1. Penguatan psiko-sosial dan konseling untuk perempuan penggerak dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi
2. Pelatihan mitigasi bencana yang responsif gender dan partisipatif
3. Pendidikan vokasional kepemimpinan perempuan
1. Conselor/Psikolog expert tentang trauma healing pascabencana alam, konsultasi membangun motivasi, tempat terbuka untuk proses meditasi
2. Tools assesment
3. Identifikasi masalah dan motivasi perempuan pascabencana di wilayah dampingan, Pre test untuk mengukur tingkat kecemasan/trauma untuk perempuan dan rencana motivasi kedepan untuk pemulihan
4. Tools Monitoring dan evaluasi
Output III : Adanya Perbaikan akses Livelihood perempuan berbasis keluarga1. Ada 4 kelompok produksi yang terbentuk dengan produk unggulan berbasis komoditi lokal dan keluarga
2. Ada 3 bentuk produk penguatan ekonomi di 4 kelompok yang terkelola dan terpasarkan dengan baik
3. Adanya tabungan perempuan sebagai media keberlanjutan livelihood berbasis keluarga
1. Daftar kelompok produksi di 4 desa/kelurahan
2. Daftar produk yang terpasarkan berbasis komoditi lokal dengan kualitas terbaik
3. Sebuah Lembaga Mikro Yayasan Sikola Mombine sebagai sarana menabung anggota kelompok dengan legalitas dan SOP
1. Assesment potensi ekonomi lokal (pertanian, small enterprise dan kelautan)
2. Pengadaan dan distribusi paket produksi untuk individu dan kelompok ekonomi perempuan
3. Pelatihan pengolahan usaha (Motivasi bisnis dan strategi manajemen usaha)
4. Memfasilitasi akses ke pemasaran produk komunitas perempuan dengan melibatkan pemerintah daerah dan sektor swasta : Pasar Integrasi Perempuan
5. Workshop membangun skema tabungan “Mombine” sebagai strategi keberlanjutan Livelihood perempuan
1. Tools assesment potensi ekonomi lokal
2. Tools assesment skill set mapping perempuan potensial
3. Tools assesment livelihood keluarga anggota kelompok ekonomi perempuan
4. Hasil assesment kebutuhan aset produksi & material produksi untuk individu dan kelompok ekonomi perempuan
5. Daftar paket produksi ekonomi
6. Tools monev proses produksi individu/kelompok ekonomi perempuan
7. Motivator bisnis yang telah berpengalaman
8. Mapping rantai kunci ekosistem bisnis
9. Peta wilayah strategis untuk implementasi pasar integrasi perempuan
10. Alur pemasaran produk usaha di galeri usaha kampung
11. Skema tabungan “Mombine”
12. Tools Monitoring dan evaluasi pasca produksi
Output IV : Meningkatnya pengetahuan dan pendampingan kelompok perempuan penyintas di 4 wilayah intervensi (Palu dan Sigi)1. 4 Community Organizer yang mempunyai kapasitas dalam pendampingan, advokasi, livelihood dan dokumentasi
2. 100 pendokumentasian foto dan tulisan praktik cerdas oleh 25 pemimpin perempuan
1. Profil perempuan anggota Balai Belajar Kampung
2. Dokumentasi pelaksanaan kelas belajar perempuan
3. “Photo Stories Book” tentang praktek cerdas kepemimpinan perempuan di tingkat komunitas
Aktivitas :
1. In House Training Community Organizer
2. Pendampingan dan memfasilitasi pelaksanaan kelas Belajar Kampung di Kabupaten Sigi dan Kota Palu (4 titik)
3. Pengorganisasian Live in kelompok perempuan di Desa/Kelurahan
1. Modul belajar Pendidikan Balai Belajar Kampung
2. Form Monitoring kelompok belajar
3. Dokumentasi proses pendampingan dan pengirganisasian
4. Profil pemimpin perempuan desa

Tinggalkan Balasan