Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat sebanyak 24 juta perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan. Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati berdasarkan hasil survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional, serta Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja pada 2021. 

Survei ini memotret seberapa besar prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hasilnya menunjukkan pada rentang usia 15-64 tahun, terdapat 26,1 persen perempuan mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Baik itu kekerasan bentuk lain, ataupun kekerasan fisik oleh pasangan atau non pasangan.

“Kalau kita melihat penduduk Indonesia yang lebih separuhnya adalah perempuan, usia 15-64 tahun. Ini berarti yang menjadi korban kekerasan 26,1 persen itu sekitar 24 juta perempuan mengalami kekerasan”.

ujar Ratna (18/7/23).

Selain survei tersebut, Kementerian PPPA juga giat melakukan pencatatan secara rutin melalui Sistem Informasi Online Perempuan dan Anak (SIMPONI) setiap tahunnya. Hasilnya mencatat bahwa laporan kasus kekerasan seksual yang masuk sebanyak 13,4 persen dari keseluruhan laporan.

Di Sulawesi Tengah sendiri jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terlaporkan dalam sistem SIMPONI per April 2023 sebanyak 144 kasus, baik berupa kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis dan penelantaran.

Kepala Seksi Perlindungan Anak DP3A Sulteng, Nur Yaman, menyebutkan dari total 144 kasus yang terjadi itu, kasus tertinggi terjadi di Kota Palu sebanyak 22 kasus, kemudian Kabupaten Buol 18 kasus, Donggala 17 kasus, Tojo Una-Una 15 kasus, Sigi 14 kasus, Morowali 12 kasus, Morowali Utara 12 kasus, Poso 10 kasus, Banggai Laut 9 kasus, Banggai Kepulauan 8 kasus, Toli – Toli 6 kasus, dan Parigi Moutong 1 kasus.

Adapun jumlah kasus berdasarkan tempat kejadian, yakni kasus tertinggi terjadi di rumah tangga sebanyak 84 kasus, kemudian lima kasus di sekolah, 13 kasus pada fasilitas umum, 1 kasus di tempat kerja, dan lainnya sebanyak 42 kasus.

“Dari 144 kasus tersebut, ada sebanyak 2 korban laki-laki dan 142 korban perempuan,”

ujar Nur Yaman (17/5).

Menanggapi tingginya kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak tersebut, Direktur Yayasan Sikola Mombine, Nur Safitri Lasibani mengajak agar seluruh pihak memberikan perhatian lebih untuk mencegah dan mengurangi jumlah kasus kekerasan tersebut.

“Tentu saja sebagai NGO yang fokus mendampingi dan mengnadovaksi hak-hak perempuan, anak, kaum marginal dan kelompok berisiko lainnya, banyaknya kasus kekerasan ini sangat disayangkan. Tetapi ini juga menunjukkan kegentingan sehingga butuh perhatian semua pihak, bukan hanya pemerintah tapi juga masyarakat, bukan hanya pencegahan, tapi juga pemberdayaan. Selain itu kita butuh sinergitas semua pihak untuk mengawal peradilan bagi korban atau penyintas kekerasan dan menunjukkan keberpihakan kita kepada mereka.”

Ujar Nur.

[End]

Penulis: Satrio Amrullah | Editor: Satrio Amrullah

Tinggalkan Balasan