Anggapan bahwa urusan keluar masuk hutan merupakan domain laki-laki tampaknya tidak berlaku di desa Sansarino, Kabupaten Tojo Una-una. Masyarakat, perempuan dan generasi muda desa Sansarino memiliki hak yang sama untuk ikut berpartisipasi dalam mengelola hutan desa. Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaan mereka dalam melakukan pemetaan partisipatif di dalam hutan yang dilangsungkan pada 10-14 Mei 2023.

Pasca terbitnya izin pengelolaan hutan desa dari KemenLHK seluas 1.858 ha, masyarakat desa Sansarino kini memiliki alas hukum untuk mengelola sumber daya hutan desa mereka secara berkelanjutan. Luasnya hutan desa ini memerlukan batas lapangan yang jelas untuk membedakan antara area hutan desa dan perkebunan milik warga. Selain itu batas zonasi hutan juga diperlukan sebagai pedoman bagi warga dimana batas kelola hutan yang di izinkan dan mana yang tidak di izinkan. Maka sebanyak 18 orang yang terdiri dari perempuan, LPDH, warga setempat dan KPH melakukan pemasangan batas zonasi hutan desa selama 4 hari.

Ritha, Community Organizer Yayasan Sikola Mombine ikut serta mendampingi kegiatan tersebut. Ia bergabung sebagai tim pemetaan hutan bersama 17 warga desa lainnya. Ritha menuturkan bahwa proses pemasangan batas zonasi hutan desa tidaklah mudah, sebab medan yang mereka lalui sangat menantang. Dari 1.858 ha luas hutan desa Sansarino, 1.000 ha memiliki kategori curam dan sisanya 858 ha masuk kategori sangat curam. Rata-rata kemiringan medan sekitar 60%, beberapa lokasi bahkan sampai merayap.

Selama di perjalanan tim dibagi, ada yang ditenda dan ada yang pasang patok. Kita berjalan pindah-pindah. Tiap beberapa kilo kita pasang tenda lagi. Belum lagi medan terjal, beberapa titik ada yang sampai merayap dibatu. Tapi saya salut melihat ibu-ibu yang ikut, mereka lincah-lincah. Mereka itu betul-betul perempuan kuat. Habis pasang patok, mereka masih kuat turun mencari rotan untuk dimakan, sayur-mayur atau ambil air untuk dimasak.

Ujar Ritha

Salah seorang peserta, Ibu Wisna yang merupakan sekretaris KUPS Sanzibar menyampaikan bahwa melalui kegiatan ini ia jadi lebih paham tentang hutan, manfaatnya, potensinya, apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dikelola. Selain itu menurutnya kegiatan ini juga menjadi salah satu ajang rekreasi bagi dirinya yang selama ini beraktivitas tidak jauh dari rumah.

“Ini momen yang langka, yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Saya jadi tahu tentang hutan desa, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di dalam hutan. Tidak kapok. Ternyata banyak diluar sana yang bisa dipelajari. Bikin tenang pikiranku juga.”

Ungkap Ibu Wisna

Selama empat hari tersebut tidak seluruh area hutan dilakukan pematokan atau pemasangan batas. Hal ini dikarena waktu yang dibutuhkan untuk memasang mematok hutan seluas 1.858 ha akan membutuhkan waktu 3 bulan. Karena itu pemasangangan patok batas diperioritaskan pada lokasi hutan desa yang berbatasan dengan lahan warga serta lokasi-lokasi dimana warga desa biasa mengambil rotan.

Adapun jenis patok yang dipilih ialah patok vegetatif berupa bibit bambu bermacam-macam jenis. Tanaman bambu dipilih karena memiliki kemungkinan hidup 65%. Pertimbangan lain bambu dapat dimanfaatkan warga sekitar, tumbuhnya pun berumpun, sehingga kalau ditebang satu masih terdapat tunas lain yang hidup.

Rita berharap pemasangan batas hutan ini akan membawa manfaat kepada masyarakat sekitarnya, terutama bagi mereka yang menggatungkan hidupnya dari hasil hutan. Selama ini nilai jual produk mereka seperti madu dan rotan masih tergolong rendah. Mereka juga kerap distigma perusak hutan. Maka dengan dibentuknya kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS), adanya izin pengelolaan hutan desa, nilai jual produk mereka dapat lebih ditingkatkan.

Harapannya pengumpul rotan dapat dibayarkan upahnya sesuai dengan kerjanya. Adanya SK kelompok rotan juga dapat menjadi pegangan dengan pihak mitra, bahwa masyarakat desa Sansarino yang mengambil rotan ditempat tersebut adalah legal. Adanya izin tersebut artinya masyarakat desa diperbolehkan memanfaatkan sumber daya hasil hutan seluas-luasnya untuk kesejahteraan, tetapi mereka juga bertanggungjawab untuk menjaga hutan tersebut tetap lestari untuk kelangsungan hidup mereka sendiri dan anak cucunya.

Tutup Ritha

[End]

Penulis: Satrio Amrullah | Editor: Satrio Amrullah

Tinggalkan Balasan