Reza Anugrah (23 tahun) alumni penggerak muda Sikola Mombine yang saat ini menjabat sebagai Program Officer Project PAKAGASI (Peka, Ekonomi, Tangguh dan Inklusi) Yayasan Sikola Mombine terpilih mengikuti International Conference on Population and Development 30 (ICPD30) Global Youth Dialogue 2024 pada 4-5 April di Cotonou, Republik Benin, Afrika Barat.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh UNFPA, Badan Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Pemerintah Republik Benin, serta Pemerintah Denmark dan Belanda ini mempertemukan para aktivis pemuda, Menteri Negara Anggota, serta organisasi regional dan antar pemerintah untuk mengidentifikasi prioritas yang digerakkan oleh kaum muda yang akan dibawa ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB (UN Summit of the Future) pada bulan September 2024.
Dialog ini merupakan salah satu dari rangkaian acara perayaan 30 tahun Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD), yang meluncurkan program aksi global untuk menempatkan hak-hak masyarakat sebagai inti dari pembangunan berkelanjutan.
Lebih dari 500 anak muda dari 130 negara terpilih untuk menyerukan isu-isu kesehatan seksual dan reproduksi, pendidikan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, ketangguhan di tengah krisis, serta partisipasi anak muda dalam pengambilan keputusan.
Reza merupakan salah satu dari 3 perwakilan anak muda Indonesia yang berasal dari Provinsi Sulawesi Tengah yang berhasil terpilih menjadi delegasi Indonesia dalam kegiatan ini.
“Sejujurnya saya tidak menyangka bisa terpilih menjadi salah satu peserta dan mewakili anak muda Indonesia pada salah satu forum Global PBB ini, dan saya juga tidak mengetahui pasti kenapa saya yang terpilih, justru saya sempat pesimis karena pemberitahuan tindak lanjut dari UNFPA yang cukup lama pasca pendaftaran dilakukan”
Ujar Reza
Agar dapat ikut serta dalam kegiatan ini, Reza mengikuti seleksi ketat dilakukan oleh UNFPA Headquarter berupa pengisian form online, pengisian essay dan juga CV pada laman aplikasi.
Direktur Eksekutif UNFPA Dr. Natalia Kanem menyebut hampir 15.000 anak muda yang mendaftar pada kegiatan ini “It’s true that we received almost 15,000 applications from passionate young leaders” yang berarti sangat banyak anak muda diberbagai belahan dunia memiliki antusias yang begitu luar biasa dalam proses seleksi yang dilakukan
“setelah mengikuti kegiatan ini, saya baru menyadari bahwa kami para orang muda yang terpilih menghadapi kondisi yang sama bagaimana sulitnya akses dan keterbatasan serta ruang untuk anak muda dalam meningkatkan kapasitas diri serta mendorong pelibatan anak muda yang bermakna di masyarakat dan pemerintahan, saya juga merefleksikan perjalanan pendampingan saya selama lebih dari 5 tahun mendampingi anak, remaja, perempuan, penyandang disabilitas serta kelompok berisiko lainnya dalam mengadvokasikan hak-hak mereka khususnya dalam mengakses layanan dan informasi Kesehatan reproduksi yang ramah bagi mereka sejak pasca bencana 2018 dan akhirnya sekarang mendapat kesempatan untuk menyuarakan hal ini di forum tingkat global”
Ucap Reza
Selama dua hari kegiatan, Reza terlibat dalam beberapa sesi pleno dan sesi Concurrent. Topik pleno yang diikuti Reza pada hari pertama adalah “Transforming education, transforming lives: Expanding opportunities for young people”. Sesi ini mengeksplorasi bagaimana mengadaptasi pendidikan untuk dunia kerja yang terus berkembang, memberdayakan kaum muda untuk berkembang dalam pekerjaan masa depan. Diskusi mencakup memastikan semua anak muda memiliki akses terhadap pengalaman belajar yang transformatif gender, mengidentifikasi keterampilan yang dibutuhkan untuk masa depan, dan mengeksplorasi pendekatan inovatif untuk mendukung transisi dari sekolah ke dunia kerja, dari belajar menjadi bekerja, di era digital.
Selain itu Reza juga bergabung dalam sesi concurrent “How to “do” Gender Transformative Education” sesi ini membahas tentang bagaimana menemukan kekuatan pendidikan transformatif gender untuk menantang stereotip gender, mempromosikan inklusivitas, dan memberikan pemahaman yang jelas tentang pendidikan transformatif gender, berbagi strategi implementasi yang telah terbukti, dan memetakan kekuatan kesetaraan gender dan pendidikan dalam konteks yang berbeda.
Pleno berikutnya yang diikuti oleh Reza adalah tentang “Radical Inclusion: Promoting human rights and advancing gender equality for youth in all their diversities”. Pleno ini mengeksplorasi persimpangan kompleks antara kekuasaan dan diskriminasi berdasarkan gender, ras, etnis, seksualitas, usia, dan kemampuan yang membentuk pengalaman kaum muda di seluruh dunia.
Sesi terakhir hari pertama adalah sesi Concurrent yang diikuti oleh Reza dengan tema “Synchronizing Gender Equality: Promoting Adolescent Girls’ Empowerment and Positive Masculinities for Young People in all their diversities” sesi ini membahas tentang ketidaksetaraan gender yang masih menjadi krisis global. Dengan metode World Cafe, para pemuda dalam sesi ini berkesempatan untuk mengeksplorasi strategi sinkronisasi gender untuk pemberdayaan, maskulinitas positif, dan perubahan transformatif menuju masa depan yang setara bagi kita semua.
Pada hari kedua dialog, Reza bergabung dalam pleno pertama yang membahas tentang “Rising Voices: The Power of 1.9 Billion” sesi ini membahas bagaimana anak muda menjadi kunci untuk membangun masa depan yang lebih baik melalui pemberdayaan, merayakan potensi anak muda dan memahami perjuangan serta bekerja sama untuk mengimplementasikan agenda ICPD untuk semua generasi.
Reza juga bergabung dalam sesi “Igniting Change with Grassroots Movements for Population and Development” Sesi ini mengeksplorasi bagaimana gerakan pemuda akar rumput mengatasi tantangan kependudukan dan pembangunan, memicu kemajuan dalam isu-isu seperti pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender, dan keadilan iklim.
Pada pleno terakhir, para pemuda dibagi berdasarkan wilayah masing-masing dalam sesi Regional Breakouts. Pada sesi ini, para pemuda dari kawasan Asia Pasifik mendiskusikan usulan rekomendasi dan rencana aksi berdasarkan isu-isu kepemudaan di kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia.
Selain sesi diatas, beberapa hal seperti berbagi pengalaman juga dilakukan reza bersama perwakilan dari negara lain seperi Afganisthan, Palestina, Nepal dan negara-negara America Latin terkait keterbatasan maupun praktik baik yang berhasil dilakukan oleh anak muda di negara masing-masing.
“Selain mengikuti sesi sesuai rundown kegiatan, saya juga mengikuti aksi bersama dalam menyuarakan kemerdekaan Palestina, mengingat bagaimana saudara dan saudari kami sesama orang muda di Palestina yang harus terus berjuang dalam keterbatasan akses dan genosida yang mereka alami, saya juga berkesempatan untuk menyampaikan dukungan secara langsung kepada perwakilan Palestina dalam kegiatan ICPD30 ini bahwa Indonesia selalu berdiri bersama Palestine sampai kapanpun”
Ungkap Reza
Secara keseluruhan Reza menyuarakan isu-isu lokal anak muda Sulteng dalam forum internasional ini meliputi kondisi tanggap darurat dan tanggap bencana Sulteng yang masih belum peka terhadap kebutuhan kesehatan reproduksi remaja dan pemuda, kurangnya pendidikan dan layanan kesehatan reproduksi remaja yang komprehensif, perlunya upaya dalam mendorong aksi kolaboratif multi-pihak untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk perkawinan anak dan praktik berbahaya lainnya, pentingnya pelibatan disabilitas serta perlunya perlindungan hak dan keamanan bagi aktifis yang bekerja serta berjuang dalam isu Kesehatan reproduksi, HAM dan kesetaraa gender.
Salah satu insight yang diperoleh Reza selama mengikuti forum internasional ini pentingnya suara anak muda terlibat dalam pengambilan keputusan. The Power of 1.9 Billion, anak muda dengan jumlah 25% dari total populasi manusia di muka bumi memiliki kekuatan yang sangat luar biasa untuk mendorong pelibatan orang muda secara bermakna dalam setiap proses yang berdampak langsung kepada orang muda
“Saya berharap anak muda bukan hanya dianggap penting tetapi dianggap esensial dalam pembangunan dan pengambilan keputusan, anak muda bukan hanya dilibatkan sebagai partisipan belaka tetapi anak muda dapat mengambil peran dalam mengembangkan sebuah inisiatif dalam masyarakat serta pemerintahan. Selain itu saya berharap pemerintah bukan hanya sekedar berkomitmen tetapi dapat mengimplementasikan komitmen tersebut dengan optimal, karena untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan dan praktik berbahaya terhadap perempuan dan anak yang dibutuhkan bukan hanya sekedar komitmen tetapi aksi nyata bersama-sama”
Tutupnya.
[End]
Penulis: Satrio Amrullah | Editor: Satrio Amrullah