Sebanyak 32 perempuan desa Dampal dan desa-desa lainnya se-kecamatan Sirenja mengikuti pelatihan kepempinan perempuan pada Sabtu, 19 Oktober 2019. Kegiatan yang merupakan program ERR Yappika-Action Aid bersama Sikola Mombine dan pemerintah desa Dampal ini bertujuan untuk memperkuat kepemimpinan perempuan dalam advokasi rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Kegiatan yang dibuka langsung oleh kepala desa, Alfis K Modjorimin, juga dihadiri oleh kasder posyandu, ketua adat dan perwakilan tokoh masyarakat. Dua fasilitator berpengalaman dihadirkan dalam kegiatan ini, yaitu Risnawati selaku direktur Sikola Mombine dan Khadafi Badjerey selaku sekjed Pasigala Centre.

Pelatihan penguatan kepemimpinan perempuan dalam advokasi seperti ini sangat penting dilakukan bagi kaum perempuan, mengingat banyak aspirasi dan kebutuhan perempuan pascabencana yang kurang terakomodir dengan baik. Dalam kegiatan ini para peserta diajarkan untuk mengidentifikasi persoalan yang terjadi di wilayahnya, memetakan skema, alur dan aktor perubahan yang dapat menjadi ruang aspirasi mereka dan meminta mereka untuk membuat rencana tindak lanjut yang terjadi diwilayahnya.

Beberapa materi yang diajarkan pada pelatihan ini ialah gender dan pentingnya kepemimpinan perempuan dalam pembangunan desa, identifikasi permasalahan perempuan dan pemetaan aktor kunci dalam kerja advokasi di desa, prinsip dan tahapan advokasi kebijakan perempuan dalam penanggulangan bencana alam dan menyusun strategi advokasi kebijakan yang responsif gender.

Hasil identifikasi beberapa persoalan perempuan yang sampai hari ini masih terjadi di masyarakat ialah kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan pada perempuan anak, pernikahan anak, kurang terlibat dalam rapat desa, dan kesulitan ekonomi.

Risnawati selaku direktur Sikola Mombine dalam penyampaian materinya mengatakan “Pemerintah, utamanya ditingkat desa, cenderung kurang memperhatikan kaum perempuan. Padahal perempuan adalah salah satu sumber daya pembangunan desa. Sampai saat ini banyak orang berpikir perempuan hanya mengerjakan urusan domestik saja seperti sumur, dapur dan kasur. Kontruksi sosial ini menyebabkan banyak perempuan tidak memiliki akses dan kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan di tingkat desa. Jadi solusinya, perempuanlah yang seharusnya mendobrak dinding hambatan itu, dengan cara meningkatkan kapasitas dan pengetahuannya.”

Tinggalkan Balasan