Palu, Japrinews.id – Yayasan Sikola Mombine mengecam keras tindakan kekerasan verbal yang diduga dialami seorang anak bernama Amri di Desa Beko/Awo, Kecamatan Togean, Kabupaten Tojo Una-una. Dugaan bullying yang menimpa almarhum Amri disebut menjadi pemicu hingga ia nekat mengakhiri hidupnya sendiri.

Dalam keterangan resmi yang diterima media ini, Yayasan Sikola Mombine menyatakan keprihatinan dan kemarahan mendalam atas peristiwa tragis ini. Amri, seorang anak di bawah umur, disebut mengalami tekanan psikologis berat usai dituduh mencuri uang sebesar Rp500.000 oleh oknum Sekretaris Desa berinisial SM. Tuduhan itu disampaikan secara terbuka tanpa bukti yang jelas, menciptakan tekanan sosial dan mental yang berat bagi korban.

“Lima hari setelah tuduhan itu dilontarkan, korban ditemukan meninggal dunia akibat bunuh diri,” ungkap pihak yayasan dalam siaran persnya.

Yayasan Sikola Mombine menilai kasus ini sebagai bentuk kegagalan negara dalam melindungi anak dari kekerasan psikis dan stigma sosial. Tuduhan sepihak yang dilakukan oleh aparat desa dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya dalam hal kekerasan psikis terhadap anak.

“Ini bukan sekadar musibah biasa. Ini adalah bentuk kekerasan sistemik yang harus diakhiri,” tegas Nur Safitri Lasibani, Direktur Eksekutif Yayasan Sikola Mombine Kamis, 18/07/2025.

Lebih lanjut, yayasan tersebut menyampaikan lima poin desakan kepada pihak-pihak terkait, yaitu:

  1. Bupati Tojo Una-una dan jajaran Pemda diminta memberikan perhatian penuh terhadap kasus ini dan memastikan keluarga korban mendapat bantuan hukum gratis, serta layanan pemulihan psikososial.
  2. Sekretaris Daerah dan Dinas PMD Tojo Una-una diminta menjatuhkan sanksi administratif kepada oknum Sekdes SM, dan mendesak DPRD Tojo Una-una menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) atas kasus ini.
  3. Kapolres Tojo Una-una didesak menindaklanjuti aduan keluarga secara cepat dan transparan, dengan penyelidikan yang mengedepankan perspektif perlindungan anak.
  4. UPT PPA Provinsi Sulteng diminta segera turun tangan dengan memberikan pendampingan hukum serta dukungan psikososial kepada keluarga.
  5. Kementerian PPPA didorong untuk mengambil langkah konkret dalam memastikan keadilan dan perlindungan menyeluruh bagi korban dan keluarga.

“Setiap anak berhak hidup dalam lingkungan yang aman dan bermartabat. Tidak boleh ada lagi anak-anak yang kehilangan nyawa karena diamnya kita,” pungkas Nur Safitri.

Yayasan Sikola Mombine menyerukan agar semua pihak tidak menormalisasi kekerasan verbal, intimidasi, dan penyalahgunaan kuasa oleh aparat desa. Tragedi ini, menurut mereka, adalah alarm keras bagi semua pihak untuk memperkuat perlindungan terhadap anak-anak, terutama yang berasal dari kelompok rentan.

Sumber: Japrinews

Tinggalkan Balasan