
PALU, MERCUSUAR – Sebanyak 89 desa di Kabupaten Donggala menerima Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE) sebagai bentuk penghargaan atas kinerja pengelolaan lingkungan mereka. Program ini bertujuan mendorong peningkatan kinerja desa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pemerintah Kabupaten Donggala mengatur program ini melalui Peraturan Bupati Nomor 33 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pengalokasian, Pembagian, dan Penyaluran Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2025. TAKE disusun berdasarkan tiga indikator penilaian, yaitu Tata Kelola Pemerintahan Desa, Pembangunan Desa Hijau, serta Pembangunan Desa Sehat dan Responsif Gender.
Proses penilaian melibatkan asesmen mandiri yang diisi oleh aparat desa melalui aplikasi berbasis daring. Penilaian kinerja tahun 2023 dilakukan sepanjang 2024. Dari 158 desa yang ada, hanya 89 desa yang berhasil memasukkan data tepat waktu dan memenuhi kriteria. Pemerintah Kabupaten Donggala mengalokasikan insentif sebesar Rp1,6 miliar untuk desa-desa tersebut.
“Desa yang menunjukkan kinerja baik dalam pengelolaan lingkungan berhak menerima reward dari pemerintah,” kata Program Manager SETAPAK 4 Sikola Mombine, Rahma Dani Dewi, yang didampingi Program Officer Galuh Prawesty, saat peluncuran program TAKE di Kota Palu, Senin (28/4/2025).
Dari 89 desa penerima TAKE, sepuluh desa meraih peringkat teratas dan mendapatkan penghargaan khusus dari Bupati Donggala, Vera Elena Laruni. Kesepuluh desa tersebut antara lain:
- Desa Saloya, Kecamatan Sindue Tombusabora,
- Desa Mapane Tambu, Kecamatan Balaesang,
- Desa Tosale, Kecamatan Manawa Selatan,
- Desa Salumbone, Kecamatan Labuan,
- Desa Kaliburu, Kecamatan Sindue Tombusabora,
- Desa Tibo, Kecamatan Sindue Tombusabora,
- Desa Lembah Mukti, Kecamatan Dampelas,
- Desa Salungkaenu, Kecamatan Banawa Selatan,
- Desa Lumbu Mamara, Kecamatan Banawa Selatan,
- Desa Salusumpu, Kecamatan Banawa Selatan.
Saat ini, Kabupaten Donggala bergabung dengan sejumlah daerah lain di Sulawesi Tengah yang telah menerapkan TAKE, seperti Kabupaten Sigi sejak 2021, Kota Palu sejak 2022, dan Kabupaten Tolitoli sejak 2022.
Sadrik, Kepala Desa Saloya, menjelaskan upaya desanya dalam menjaga kelestarian lingkungan. Desa Saloya memiliki 4.000 hektare hutan lindung dan 1.009 hektare Hutan Produksi Terbatas (HPT), yang dimanfaatkan beberapa Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), termasuk KUPS Durian. Pemdes rutin mengalokasikan anggaran untuk pengembangan usaha ini melalui APBDes sebagai bagian dari upaya menjadikan Saloya sebagai “desa buah”.
Selain itu, Desa Saloya memanfaatkan satu hektare lahan milik yayasan untuk mendukung kegiatan Kelompok Wanita Tani dalam bercocok tanam sayuran. Hasil pertanian ini tidak hanya menopang konsumsi rumah tangga, tetapi juga membantu menambah pendapatan warga.
“Bagi kami, hambatan pembangunan bukan terletak pada ketersediaan anggaran, melainkan pada bagaimana membangun pemahaman bersama di tengah masyarakat. Jika sudah satu pemahaman, gerakan membangun desa akan lebih mudah,” tegas Sadrik.
Sumber: Harian Mercusuar