Di sebuah sudut desa di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Ibu Jumaria menjalani hari-harinya dengan penuh semangat dan ketekunan. Sebagai perempuan disabilitas tuna rungu, ia tidak pernah melihat keterbatasan sebagai penghalang untuk berkarya. Justru, semangatnya untuk berusaha semakin besar, terutama setelah bergabung dalam program PAKAGASI yang dijalankan oleh Yayasan Sikola Mombine bersama para mitra.

Setiap pagi, saat matahari baru mulai menyinari kampung halamannya, Ibu Jumaria sudah bersiap untuk memulai usahanya. Pukul enam atau tujuh pagi, ia mulai memproduksi aneka makanan, termasuk enam jenis kue favorit pelanggannya dan es cukur yang selalu laris di pasaran. Di bulan Ramadan, ia menambah variasi jualannya dengan takjil yang semakin diminati warga menjelang berbuka puasa. Dengan dibantu oleh ponakannya, ia bekerja dengan telaten, memastikan setiap produknya berkualitas dan siap dinikmati pelanggan setianya.

Namun, menjalankan usaha di bulan Ramadan bukan tanpa tantangan. Panasnya dapur dan rutinitas yang padat kerap menguras energi, bahkan menyebabkan berat badannya turun. Meski demikian, Ibu Jumaria tak pernah menyerah. Dukungan dari program PAKAGASI menjadi sumber kekuatan baginya. Bantuan berupa peralatan produksi telah meningkatkan kapasitas dan kualitas usahanya, memungkinkannya untuk menjangkau lebih banyak pelanggan dan meningkatkan pendapatan keluarganya.

Program PAKAGASI sendiri merupakan bentuk kolaborasi antara Sikola Mombine, Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) Indonesia dan Filipina, Kementerian Dalam Negeri (KEMENDAGRI), Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi dengan dukungan dari Kementerian Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Republik Federal Jerman (BMZ). Melalui program ini, Ibu Jumaria dan pelaku usaha lainnya mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan usaha mereka dengan lebih baik dan mandiri.

Selain berwirausaha, Ibu Jumaria juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial di desanya. Ia ikut serta dalam musyawarah penetapan perengkingan kegiatan di desa, memastikan bahwa suara perempuan, termasuk perempuan dengan disabilitas, didengar dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pembangunan. Kehadirannya dalam forum-forum desa membuktikan bahwa perempuan, terlepas dari kondisi fisiknya, memiliki peran penting dalam kemajuan komunitas.

Ketangguhan dan dedikasi Ibu Jumaria menjadikannya sebagai contoh nyata women champion, perempuan pejuang yang mampu menginspirasi banyak orang di sekitarnya. Ia adalah bukti bahwa keterbatasan bukanlah alasan untuk berhenti berusaha dan berkontribusi bagi masyarakat. Dengan semangat yang terus menyala, Ibu Jumaria terus melangkah maju, membawa harapan dan perubahan bagi dirinya sendiri serta komunitasnya.

[End]

Penulis: Satrio Amrullah | Editor: Satrio Amrullah

Tinggalkan Balasan