
“Anggaran Festival Musik Sahabat 800 Juta VS Percepatan Implementasi RR dalam Penanggulangan Bencana Alam”
Perempuan dan anak adalah salah satu komponen masyarakat yang paling terdampak pasca bencana. Mereka butuh kejelasan akan hak keperdataan, sosial-ekonomi, maupun pemukiman. Tetapi, Pemerintah Kota Palu justru abai akan hal ini. Dilihat dari pengalokasian anggaran hanya untuk seremonial performance dalam kemasan “Festival Musik Sahabat” sebesar 800 Juta melalui usulan APBD Perubahan 2019. Hal ini semakin menambah rasa ketidakpercayaan masyarakat atas komitmen Pemerintah Kota Palu dalam Roadmap Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang telah disusun untuk memastikan pemulihan akan segera diimplementasi.
Saat ini, masih ada 18 KK di Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga yang masih tinggal di tenda pengungsian tanpa kejelasan hak pemukiman. Kalaupun ada, sekitar 585 KK yang tinggal di Huntara, sekitar 129 KK yang mengalami persoalan layanan akses air bersih, sehingga sebagian warga terpaksa harus membeli air untuk kebutuhan rumah tangga dengan situasi ekonomi yang masih terpuruk. Di Kelurahan Panau, Kecamatan Tawaeli, warga korban terdampak tsunami mengalami kesulitan dalam menyekolahkan anaknya, karena adanya hambatan administrasi berupa Surat Keterangan Keluarga Miskin (SKTM) yang sangat berbelit. Selain itu, kejelasan relokasi Huntap yang terkesan tidak responsif pada usulan warga yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Begitupun halnya di Kelurahan Pantoloan Boya, yang sebagian besar akhirnya meninggalkan Huntara dan memilih tinggal di rumah keluarga untuk mendekatkan akses ekonomi sebagai nelayan.
Disamping permasalahan diatas, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak kian meningkat pasca bencana alam. Khususnya kasus KDRT, kekerasan seksual, serta pernikahan anak.
Deretan fakta-fakta tersebut, jelas menggambarkan realitas situasi yang seharusnya menjadi kerja utama bagi Pemerintah Kota Palu untuk memastikan implementasi RR, harusnya sudah berjalan sejak di tetapkan selesainya masa transisi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (30 April 2019). Masa Rehabilitasi dan Rekonstruksi sejak bulan Mei hingga saat ini tidak menampakkan progress yang signifikan oleh Pemerintah Kota Palu. Beberapa hal yang harusnya menjadi pekerjaan utama yang perlu di tindaklanjuti adalah pembangunan infrastruktur layanan dasar, pembangunan ekonomi, dan pemenuhan hak dasar bagi warga terdampak dalam diskusi intens bersama perempuan adalah Jaminan tehadap hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan Huntap. Selain itu, dibutuhkan tindakan afirmatif (affirmative action) untuk pemenuhan hak dasar bagi kelompok rentan seperti kelompok disabilitas.
Saat ini, APBD Pemerintah Kota Palu tahun 2019 mengalami defisit 100 Miliar. Tentunya dengan keterbatasan anggaran daerah diperlukan sebuah komitmen pengelolaan dana yang efektif dan efisien. Namun Pemerintah Kota Palu malah mengalokasikan anggaran sebesar 800 juta hanya untuk kegiatan seremonial musik yang tidak berkorelasi langsung dalam proses pemulihan bagi korban terdampak bencana.
Ada banyak strategi program pemerintah yang tidak perlu membutuhkan anggaran sebesar itu dalam proses pemulihan, seperti perbanyak dialog warga korban dan mengunjungi warga masyarakat terdampak di tenda pengungsian dan huntara. Mendengarkan masalah yang mereka alami, diskusi regular dengan berbagai organisasi layanan sosial masyarakat dan akademisi. Guna menyusun skema kerjasama dan berbagi peran dalam memperkuat roadmap RR, membuka layanan orang hilang untuk memastikan database korban terus update, membangun layanan konsultasi gratis bagi keluarga korban disetiap huntara dan ruang publik serta beberapa pendekatan lainnya.
Kritikan kami juga terhadap DPRD Kota Palu, agar lebih kritis mendalami berbagai usulan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kota Palu, agar tidak mengalir begitu saja tanpa adanya analisa yang baik. Peruntukan anggaran yang di bahas baik dalam Komisi maupun Banggar yang berbasis pada hak korban atau tidak, itu sangat bergantung pada perspektif wakil rakyat saat ini. Maka sebaiknya alokasi anggaran yang tidak berkorelasi langsung pada perbaikan pembangunan Kota Palu khususnya masa pemulihan tersebut ditolak. Apalagi anggaran yang hanya menghabiskan dana sebesar 800 juta untuk event musik selama 3 hari hanya akan menuai respon ketidakpercayaan publik kepada kinerja Pemerintah Daerah Kota Palu. Hal ini akan berdampak pada semakin tingginya antipati masyarakat kepada lembaga Perwakilan Rakyat dan pendidikan politik kedepannya.
Pemerintah Kota Palu harunsya lebih peka terhadap permasalahan yg terjadi dalam masyarakat. Khususnya pasca bencana alama terjadi.
Bukannya malah bikin acara konser musik yg gak ada dampaknya kepada masyarakat.