Direktur Sikola Mombine, Nur Safitri. (Foto: dok. pribadi)

Tragedi bunuh diri yang menimpa seorang anak di bawah umur bernama Amri di Desa Beko/Awo, Kecamatan Togean, Kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah, memicu kecaman luas dari organisasi masyarakat sipil Yayasan Sikola Mombine.

Amri ditemukan meninggal dunia diduga akibat bunuh diri, hanya lima hari setelah dituduh mencuri uang Rp500.000 oleh Sekretaris Desa (Sekdes) berinisial SM. Tuduhan itu disampaikan tanpa bukti dan dilakukan secara terbuka, yang diduga menjadi pemicu tekanan psikis berat pada korban.

Yayasan Sikola Mombine menilai tindakan Sekdes tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 1 angka 16 yang menyebut bahwa perlakuan yang merendahkan martabat dan menyebabkan penderitaan psikis merupakan bentuk kekerasan terhadap anak.

“Tindakan menyudutkan dan tuduhan sepihak terhadap anak adalah kekerasan psikis serius. Dan dalam kasus ini, berujung pada kehilangan nyawa,” ujar Nur Safitri.

Yayasan Sikola Mombine mengajukan lima tuntutan penting kepada pemangku kebijakan untuk menindaklanjuti tragedi ini:

  1. Pemerintah Daerah Tojo Una-Una diminta memberikan atensi penuh, menjamin hak keadilan bagi keluarga korban, serta menyediakan layanan bantuan hukum gratis dan pemulihan psikososial.
  2. DPMD dan Sekda Tojo Una-Una diminta memberikan sanksi administratif kepada oknum Sekdes dan mendorong DPRD menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kasus ini.
  3. Kapolres Tojo Una-Una diminta melakukan penyelidikan menyeluruh dengan perspektif perlindungan anak, tidak berhenti hanya pada proses wawancara.
  4. UPT PPA Provinsi Sulteng diminta melakukan pendampingan hukum, psikososial, dan pengawalan proses hukum secara aktif.
  5. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) didesak untuk mengambil langkah konkret dalam memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya.

Yayasan Sikola Mombine menegaskan, kekerasan verbal, intimidasi, dan penyalahgunaan kuasa oleh aparat desa terhadap anak-anak tidak boleh dinormalisasi. Negara dinilai gagal melindungi Amri dari tekanan sosial dan psikis yang menimpa dirinya.

“Tidak boleh ada lagi anak-anak yang kehilangan nyawa karena diamnya kita. Keadilan untuk Amri adalah tanggung jawab kita bersama,” tutup Nur Safitri.

[End]

Penulis: Satrio Amrullah | Editor: Satrio Amrullah

Tinggalkan Balasan