Anak-anak sudah seharusnya tumbuh bersama hal-hal bahagia dan menyenangkan. Apalagi di usia muda, anak-anak biasanya disibukkan dengan aktivitas bermain dan belajar. Namun, tak semua anak bisa bernasib sama. Ada beban dan tuntutan hidup yang harus mereka tempuh. Tentunya hal ini juga dapat mengubah jalan hidup seorang anak. Meski berat, banyak anak-anak di dunia ini menghabiskan masa kecilnya dengan bekerja untuk mencari uang.
Walaupun mempekerjakan anak dibawah umur di anggap sebagai tindakan melanggar hukum, akan tetapi, bagi anak-anak yang hidup kesulitan, tak ada cara lain selain bekerja untuk menyambung hidup keluarga mereka.
Seorang anak perempuan di Desa Beka Kecamatan Marawola Kabupaten Sigi salah satunya. Wita yang masih berusia 10 tahun dan saat ini sedang duduk di kelas 5 SD, rela mengorbankan masa kecilnya untuk mencari uang. Sejak kecil dirinya sudah merasakan kerasnya kehidupan.
Wita dan keluarga merupakan korban gempa pada tanggal 28 september 2018 silam. Akibat bencana tersebut, rumah mereka ambruk sehingga mereka harus menetap di huntara 1 Dusun 1 Desa Beka. Di tambah lagi, kondisi sang ibu yang sedang melawan penyakit diabetes yang mengakibatkan sang ibu tidak dapat lagi beraktivitas sebagaimana biasanya. Maka dari itu, untuk membantu sang ibu, setiap harinya sebelum ke sekolah, Wita mencuci pakaian, memasak, dan membersihkan huntara kemudian ke sekolah. Sepulang dari sekolah, ia mencuci piring dan dilanjutkan bekerja sebagai buruh cetak batu bata. Wita mampu mencetak 100 biji batu bata perharinya dengan upah Rp 7.000. Pilihan ini harus ia ambil untuk mencari nafkah, biaya sekolah serta membantu biaya pengobatan sang ibu. Memang pekerjaan itu tak mudah. Namun baginya, tidak masalah baginya ketika tidak bisa seperti teman-temannya yang lain, asalkan dirinya bisa membantu orang tuanya.
Hal ini terungkap ketika salah satu LSM lokal yaitu Yayasan Sikola Mombine melakukan pendampingan peningkatan livelihood bagi penyintas di Desa Beka. Ibu dari adik Wita merupakan salah satu penerima manfaat dari program Sikola Mombine. Untuk meningkatkan kapasitas penerima manfaat khususnya perempuan penyintas, mereka diwajibkan untuk mengikuti Balai Belajar Kampung. Pada saat aktivitas inilah, Community Organizer Sikola Mombine melihat sosok Wita yang turut mengikuti Balai Belajar bersama dengan ibu-ibu yang lain.